MATA INDONESIA, JAKARTA – Harga bahan pangan relatif stabil di tengah Ramadan. Minyak goreng anteng pada level harga keekonomiannya. Subsidi dan bansos pun keluar. Ada risiko pemulihan ekonomi melambat.
Bawang merah, bawang putih, cabai rawit, dan gula pasir, harganya naik tipis-tipis. Beras, telur, dan daging ayam stabil. Yang terpantau naik harganya ialah minyak goreng kemasan bermerk dan cabai keriting, pun naiknya di bawah satu persen. Daging sapi dan minyak goreng sapi justeru melandai.
Begitu hasil sekilas tentang pantauan harga-harga di pasar tradisional oleh Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Lembaga yang bernaung di bawah Bank Indonesia, antara 1–8 April 2022.
Setiap hari, petugas dari PIHPS melakukan pemantauan harga-harga sembako di 82 kota di segenap penjuru Tanah Air. Pantauannya tak hanya di pasar tradisional, melainkan menjangkau pula ke pasar modern dan pedagang besar. Secara keseluruhan, tak ada lonjakan harga di tangan pelaku bisnis bahan pangan itu.
Beberapa catatan menarik terlihat dari harga minyak goreng curah.
Per 1 April 2022, harga di level produsen ialah Rp15.900, kemudian turun menjadi Rp14.400 di 8 April 2022. Dan harga eceran di pasar tradisional seharga Rp19.950. Pada kurun yang sama, harga produsen untuk minyak goreng kemasan premium turun dari Rp19.700 ke Rp19.300 dan harga jual Rp 25.450 per liter.
Untuk beras kualitas bawah per 8 April 2022, harga produsennya ialah Rp 8.700,. Dan harga jual eceran di pasar tradisional seharga Rp 10,700 per kg. Untuk beras berkualitas medium harga di produsen Rp 9.600 dan harga di pasar tradisional rata-rata dengan Rp 11.800. Yang marginnya cukup lebar tentu daging sapi. Di tangan produsen Rp 113.300 per kg dan menjadi Rp 130.450 per kg di pasar tradisional.
Perkembangan harga bahan pangan 1–8 April, yang sekaligus menjadi awal Ramadan 1443 H itu. Hal ini menunjukkan bahwa situasi pasar cukup terkendali. Pasokan dan permintaan masih seimbang dan pasar tidak mengalami lonjakan yang mengkhawatirkan. Tren target inflasi year on year (yoy) di bawah 3 persen yang terjadi selama ini kemungkinan bisa bertahan.
Pada Maret 2022, menurut BPS, Indonesia mencatat inflasi 2,64 persen (yoy). Artinya, ada kenaikan harga 2,64 persen pada Maret 2022 dibandingkan Maret 2021. Bila Februari 2022, inflasi (month to month) 0,66 persen. Secara kumulatif, bila inflasi Januari hingga Maret (m to m) digabung nilainya 1,2 persen. Masih dalam target pengendalian inflasi 3–4 persen untuk 2022.
Inflasi sebesar 2,64 persen itu ialah hasil rata-rata inflasi dari 11 kelompok barang dan jasa yang jadi patokan. Dari 11 klaster itu, kelompok makanan, minuman, dan tembakau menorehkan angka inflasi 3,59 persen. Tertinggi ketiga setelah klaster perawatan pribadi dan jasa lainnya (4,43 persen); serta perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga (3,81 persen).
Dari inflasi 3,59 persen di klaster makanan, minuman dan tembakau itu kenaikan harga rokok menjadi variabel penting. Di samping kenaikan harga gula pasir, daging, kedelai, dan minyak goreng. Inflasi memang sedang menjadi momok di mana-mana. Dan bergerak naik sejak tahun lalu akibat pandemi Covid-19.
Pada tahun 2021 lalu, inflasi rata-rata di 35 negara maju sudah melampaui 5 persen. Situasi ini memburuk akibat invasi militer Rusia ke Ukraina. Lantas, muncul ketegangan politik antara Rusia dan negara-negara Barat termasuk Amerika Serikat (AS). Dampaknya perang dagang. Pasokan minyak, gas, dan bahan pangan ke pasar dunia, yang berasal dari Rusia dan Ukraina, terhambat.
Tak ayal, inflasi pun menguat. Pada Maret 2022,
- Amerika Serikat mencatatkan inflasi setinggi 7,9 persen (yoy)
- Negara Uni Eropa 7,5 persen
- Turki 61,1 persen
- Brazil 11,30 persen
- Argentina 52,3 persen
- India 6 persen.
Secara umum faktor pendorong inflasi di negara-negara tersebut ialah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), yang berlanjut ke kenaikan biaya transportasi, serta harga bahan-bahan pangan.
Namun, dampaknya di negara-negara Pasifik Barat sementara ini jauh lebih ringan.
- Tiongkok dan Jepang masing-masing mencatatkan inflasi 0,9 persen pada Maret 2022.
- Korea Selatan 4,1 persen
- Singapura 4,3 persen
- Australia 3,5 persen
- Indonesia 2,64 persen.
Inflasi di negara Asean yang lain bervariasi lebar seperti di Vietnam 2,4 persen dan Thailand 5,2 persen yoy.
Presiden Joko Widodo terus mewanti-wanti akan ancaman inflasi global ini. Ada kombinasi faktor pandemi, kenaikan harga minyak dan gas, kelangkaan peti kemas, yang kini bertambah pula dengan dampak perang di Ukraina. Dampak kenaikan harga jelas. Dengan harga minyak bumi di atas USD 115 per barel saat ini, harga BBM seperti Pertalite, Pertamax, dan solar, yang menyerap sekitar 95 persen konsumsi nasional di bawah harga keekonomiannya, alias subsidi. Begitu halnya dengan gas LPG.
Merespons situasi global ini, pemerintah tampaknya mewaspadai betul harga pangan dan energi, terutama BBM. Pada Januari–Februari 2022, sekitar Rp49 triliun digunakan untuk bantalan sosial, dalam bentuk bansos dan subsidi energi. Pada kurun dua bulan itu, subsidi energi mencapai Rp21 triliun. Pos bantalan sosial ini mau tak mau akan mengurangi kapasitas fiskal pemerintah dalam melakukan pemulihan ekonomi pascapandemi.