MATA INDONESIA, JAKARTA – Hard Approach atau pendekatan dengan penindakan hukum merupakan langkah tegas untuk melumpuhkan jaringan teroris. Ahli Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk menegaskan bahwa pendekatan tersebut dibutuhkan untuk menangkal jaringan teroris agar tidak tumbuh subur.
“Kalau ingin lumpuhkan network tadi hard approach penting, jaringan tidak boleh dibiarkan tumbuh subur berkembang, harus ditangkal, baik pergerakan dan pendanaannya,” kata Hamdi Muluk dalam Webinar bertema Pelajaran dari Pengalaman Jepang dengan Aum Shinrikyo: Pemahaman tentang Latar Belakang Agama dan Pendekatan Psikologis untuk Deradikalisasi, Senin 8 Maret 2021.
Dalam pendekatan hard approach, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror yang memegang peran penting untuk melakukan tindakan tegas. Salah satu contohnya kepada jaringam teroris yang sudah tidak segan melakukan tindakan kejam kepada pihak yang berseberangan dengan pemahamannya.
Seperti misalnya kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso. Kelompok ini tidak segan melakukan pembantaian. Insiden yang menyita perhatian nasional adalah pembunuhan terhadap empat anggota keluarga di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Kompolnas pun mendorong Polri untuk melakukan hard approach dengan menindak tegas kelompok ini karena sudah membuat keamanan masyarakat terancam.
“Hukum harus ditegakkan secara tegak lurus untuk menghadirkan keadilan, kemanusiaan, dan jihad. Jihad yang benar adalah upaya dan tindakan secara serius yang beroerientasi pada tata kehidupan untuk menuju kesejahteraan, kemaslahatan dan keadilan bersama,” kata Anggota Kompolnas, Mohammad Dawam.
Meski demikian, penanggulangan hard approach juga harus diimbangi dengan pendekatan soft approach. Pendekatan tersebut meliputi beberapa cara yaitu dialog, pencegahan konflik dan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yakni dengan program deradikalisasi.