Guru Ngaji Cabuli 15 Santri di Pangalengan, Menteri PPPA: Pelaku Harus Dihukum Berat

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras kasus sodomi atau pencabulan terhadap 15 santri laki-laki usia anak di Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Menurutnya aksi kekerasan seksual yang dilakukan guru ngaji sangat keji dan tidak bisa ditolerir.

“KemenPPPA berharap kasus ini dapat dituntaskan dan hukum ditegakkan agar korban mendapatkan keadilan,” ujar Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam siaran pers, Minggu 17 April 2022.

Kemen PPPA telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Bandung, melakukan penjangkauan dan pendampingan saat pemeriksaan oleh penyidik kepada korban.

Selanjutnya UPTD PPA akan melakukan asesmen psikologi dan monitoring perkembangan kasus, rehabilitasi bagi korban, serta memastikan proses reintegrasi berjalan dengan baik.

“Kami juga berharap, tidak ada stigma terhadap korban dan bahkan masyarakat harus mendukung, sehingga pemulihan dari trauma dapat berlangsung cepat,” katanya.

Dalam hal ini, Bintang berharap orang tua dalam memilih pendidikan agama untuk anaknya agar lebih teliti dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Kemenag, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam.

Kredibilitas penyelenggara pendidikan Al-Qur’an seharusnya dapat dilihat dari tempat diselenggarakannya pendidikan, kurikulum yang diberikan, dan pendidik yang memiliki kompetensi untuk memberikan pelajaran.

Sementara itu Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar mengatakan, korban anak yang mendapat pendampingan dari UPTD PPA Kabupaten Bandung berjumlah 15 orang, terdiri dari 12 korban anak dan 3 saksi anak.

Pelaku diduga melakukan perbuatannya lebih dari lima tahun sejak 2017 dengan korban sodomi puluhan anak laki-laki.

Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 76E UU 35 Tahun 2014, dengan sanksi hukuman pada Pasal 82 UU 17 Tahun 2016 jo Perpu 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun disertai denda maksimal Rp 5 miliar, serta membayar restitusi ganti kerugian kepada para korban anak, yang perhitungannya dilakukan oleh LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).

Mengingat pelaku adalah pendidik sesuai Pasal 82 (2), dapat dikenai tambahan pidana 1/3 dari pidana pokok dan karena korban lebih dari satu orang, maka sesuai pasal 82 (4) pelaku juga dapat dikenai tambahan pidana 1/3 dari pidana pokok.

Selain itu, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku sesuai pasal 82 (5) dan tindakan rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik pelaku pada pasal 82 (6).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Presiden Prabowo Tegaskan Tidak Ada Tempat untuk Judi Online di Indonesia

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menegaskan komitmennya untuk memberantas judi online di tanah air. Pihak Istana melalui Menteri Sekretaris...
- Advertisement -

Baca berita yang ini