MATA INDONESIA, JAKARTA – Industri pengolahan masih memberikan kontribusi yang dominan terhadap nilai ekspor nasional. Badan Pusat Statistik mencatat capaiannya mencapau 74,46 persen sepanjang Januari – April 2022.
Selama empat bulan pertama pada 2022, kinerja pengapalan produk sektor manufaktur tembus hingga lebih dari USD 69,59 miliar. Atau naik 29,19 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Industri pengolahan mencatat kontribusi dominan. Bahkan selama empat bulan pertama pada 2022, kinerja pengapalan produk sektor manufaktur menembus lebih dari USD 69,59 miliar atau naik 29,19 persen.
Namun tetap saja waspada dengan pencapaian itu. Pasalnya, berdasarkan laporan BPS, nilai impor sektor nonmigas pada April 2022, yang kontribusinya oleh komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, mengalami penurunan secara bulanan (month-to-month/m-to-m). Apakah indikator itu menjadi sinyal awal sektor manufaktur dalam negeri lesu?
Penurunan itu juga terkonfirmasi dari pernyataan Kepala BPS Margo Yuwono. Menurutnya, penurunan impor nonmigas terbesar adalah besi dan baja senilai USD 252,1 juta atau sekitar 18,23 persen, kendaraan dan bagiannya senilai USD201,0 juta atau 22,95 persen.
Berikutnya, bijih logam, terak, dan abu senilai USD 173,9 juta (70,68 persen). Serta gula dan kembang gula senilai USD 164,4 juta (36,68 persen).
Sebaliknya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita tetap optimistis dengan pencapaian kinerja industri pengolahan. Sub sektor itu masih memberikan kontribusi yang dominan terhadap nilai ekspor nasional. Dengan capaian sebesar 74,46 persen sepanjang Januari–April 2022.
“Kontribusi itu menunjukkan, upaya dan kebijakan dalam pemulihan ekonomi nasional berjalan dengan baik di tengah menghadapi berbagai tantangan dari kondisi ekonomi global yang tidak menentu,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Menperin menegaskan, pihaknya bertekad untuk konsisten melaksanakan program hilirisasi industri yang bertujuan meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri. Di tengah harga komoditas yang kian menanjak.
Sebab, selain memiliki andil dalam tumbuhnya kinerja ekspor nasional, percepatan hilirisasi sektor industri juga berdampak positif pada kesejahteraan rakyat.
“Tingginya dominasi sektor industri manufaktur pada capaian nilai ekspor nasional juga menstimulasi peningkatan nilai surplus terhadap neraca perdagangan kita saat ini,” ujar Menperin.
Apalagi, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, sasaran ekspor Indonesia harus pada basis komoditas-komoditas dengan nilai tambah yang tinggi.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia kembali mencatatkan surplus neraca perdagangan pada April 2022. Yakni sebesar USD 7,56 miliar.
Surplus neraca perdagangan itu dari nilai ekspor yang lebih tinggi dari nilai impor pada periode tersebut. BPS mencatat, nilai ekspor pada April 2022 sebesar USD 27,32 miliar, sedangkan nilai impor mencapai USD 19,76 miliar.
Sementara itu, surplus April 2022 merupakan rekor tertinggi yang berhasil melampaui bulan Oktober 2021 dengan nilai sebesar USD 5,74 miliar. Bahkan, nilai ekspor bulan keempat itu juga menjadi capaian tertinggi sepanjang masa. Sebelumnya tercipta pada Maret 2022 sebesar USD 26,5 miliar.
Di April 2022, ekspor industri pengolahan mencapai USD 19,08 miliar atau naik 27,92 persen dari periode yang sama tahun lalu. “Tren positif kenaikan ekspor dari sektor industri ini akan kami jaga sebaik mungkin. Di tengah-tengah disrupsi rantai supply global karena konflik di Ukraina-Russia. Target kami, kinerja ekspor tahun 2022 bisa melampaui 2021,” kata Agus.
Tak dipungkiri, pencapaian kinerja industri manufaktur saat ini tetap patut mendapat apresiasi Dalam konteks itu, pemerintah memang perlu lebih proaktif melakukan berbagai program promosi di kancah internasional. Serta peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral, termasuk momentum ajang Presidensi G20 Indonesia.
Keterpilihan Indonesia sebagai Presidensi G20 menjadi berkah bagi ekonomi Indonesia. Melalui forum G-20, berbagai potensi kerja sama dengan berbagai negara, termasuk di sektor industri.
Pencapaian kinerja industri manufaktur tentu tetap terus ada dukungannya. Pasalnya, bila kinerja sektor manufaktur semakin moncer, penciptaan lapangan kerja semakin terbuka lebar, keran ekspor bagi produk-produk manufaktur termasuk industri kecil dan menengah (IKM) semakin menanjak.