MATA INDONESIA, JAKARTA – Mantan Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy akan membawa kasusnya ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa demi membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Ini merupakan reaksi publik pertamanya setelah dinyatakan bersalah atas kasus korupsi dan penyelewengan kekuasaan.
Pengadilan menemukan bahwa Sarkozy menawarkan pekerjaan prestigius untuk seorang hakim, Gilbert Azibert di Monaco, sebagai imbalan atas informasi mengenai penyelidikan atas tuduhan bahwa dia telah menerima pembayaran ilegal dair pewaris L’Oreal, Liliane Bettencourt untuk kampanye presiden tahun 2007.
Pengadilan pun memvonis pria berusia 66 tahun itu hukuman tiga tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan. Namun, Sarkozy memprotes keputusan pengadilan dan menegaskan dirinya adalah korban dari ketidakadilan.
“Saya mengajukan banding atas keputusan tersebut, mungkin saya harus melanjutkan perjuangan ini hingga ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa,” kata Sarkozy kepada surat kabar Le Figaro, melansir Reuters, Rabu, 3 Maret 2021.
“Itu akan menyakitkan bagi saya untuk membuat negara saya sendiri dikutuk, tetapi saya siap melakukannya karena itu akan menjadi harga demokrasi,” ucapnya.
Sarkozy, seorang konservatif yang memimpin Prancis dari 2007 hingga 2012. Namanya melejit ke kancah internasional sebagai seorang reformis yang penuh dengan ide-ide brilian di kepalanya.
Sarkozy kemudian mendapat julukan “Garlic Thatcher” karena melakukan reformasi pyang didorong pasar seperti menaikkan usia pensiun, melonggarkan 35 jam kerja selama sepekan, serta menyesuaikan sistem pajak untuk mendorong kerja lembur.
Sementara di luar Prancis, Sarkozy menjadi perantara gencatan senjata perang Rusia-Georgia pada 2008, dan pada 2011 memperjuangkan intervensi militer yang dipimpin NATO di Libya untuk mendukung pemberontakan melawan pemimpin otokratisnya, Muammar Gaddafi.
Pengacara Sarkozy, Jacqueline Laffont mengatakan bahwa keputusan ini tidak dapat diterima. Ia pun berencana mengajukan banding terhadap vonis hakim dan selama proses banding yang diperkirakan berlangsung selama lebih dari setahun itu, Sarkozy tetap bebas.