BBM Bersubsidi Hanya 20 Persen Dinikmati Warga Miskin

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Bahan bakar minyak (BBM) semacam candu. Sehingga jika tidak disiplin fiskal maka sampai kapanpun BBM bersubsidi tidak akan tepat sasaran.

Hal ini diungkapkan Peneliti Center of Food, Energi, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dhenny Yuartha Junifta. Apalagi saat ini konsumsi dan subsidi BBM lebih dinikmati oleh rumah tangga mampu.

Untuk pertalite, 86% konsumsinya adalah rumah tangga dan sisanya 14% oleh dunia usaha. Dari rumah tangga tersebut, ternyata 80% oleh rumah tangga mampu dan 20% oleh rumah tangga miskin.

Begitu juga dengan BBM jenis pertalite. Ternyata 89% oleh dunia usaha serta 11% oleh rumah tangga. Dari prosentase rumah tangga, ternyata 95% rumah tangga mampu dan hanya 5%  rumah tangga miskin, seperti kalangan petani dan nelayan.

“Sampai kapan pun kalau mekanisme seperti ini, maka BBM tidak akan tepat sasaran karena tidak ada pertanggungjawaban atau transparasi di situ,” ujar Dhenny.

Ia menambahkan, potensi pergeseran (shifting) konsumsi BBM dari Pertamax yang non subsidi ke pertalite yang subsidi sangat mudah. Lantaran, masyarakat pada umumnya akan memilih harga BBM yang lebih murah. Sehingga ketika penekanan subsidi namun kompensasinya meningkat maka kalimat tepat sasaran tidak akan tercapai.

“Yang namanya tepat sasaran itu tidak akan tercapai, karena sudah untuk kemudian memaksa masyarakat yang sudah nyaman sebagai candu dari pertalite ini pindah ke pertamax. Itu sangat susah sekali,” katanya.

Oleh karena itu,dirinya mendorong pemerintah untuk lebih menerapkan kebijakan yang transparansi dan lebih disiplin dalam menjalan kebijakan fiskal. Menurutnya, anggaran negara yang membengkak juga dikarekan tidak adanya transparansi dalam kebijakan tersebut.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat jadi Tonggak Pemerataan Pendidikan

Oleh: Didin Waluyo)* Komitmen pemerintahan Prabowo Subianto dalam mewujudkan akses pendidikanyang lebih merata terlihat semakin nyata. Pemerintah akhirnya menetapkanDesember 2025 sebagai titik awal pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat.  Langkah ini dipandang sebagai dorongan baru untuk menegaskan bahwapendidikan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi segelintir kelompok saja.Pembangunan ini juga menjadi sinyal kuat bahwa negara mulai menempatkankualitas dan aksesibilitas pendidikan sebagai prioritas utama.  Pembangunan infrastruktur ini masuk dalam pembangunan tahap II yang dilakukandi 104 lokasi di seluruh Indonesia. Dengan memulai proyek pada akhir 2025, pemerintah ingin memastikan bahwa percepatan pembangunan dapat segeradirasakan oleh masyarakat luas. Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, Pembangunan Sekolah Rakyat Adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk membangunsumber daya manusia yang unggul. Ia menjelaskan bahwa Pembangunan tahap II dilakukan guna memperluas akses Pendidikan berkualitas bagi anak-anak darikeluarga kurang mampu.  Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian PU, total anggaran yang dialokasikan untuk percepatan pembangunan Sekolah Rakyat ini sebsar Rp20 triliun, yang mana biaya pembangunan diperkirakan Rp200 miliar per sekolah. Sementara itu 104 lokasi yang tersebar antara lain, 27 lokasi di Sumatera, 40 lokasidi Jawa, 12 lokasi di Kalimantan,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini