MATA INDONESIA, JAKARTA – Awas perhatikan perilaku anak-anak saat bermain di sosial media. Hal ini dikarenakan anak-anak yang berisiko terpapar radikalisme dan kekerasan di dunia maya, berisiko stres hingga bunuh diri.
Dalam masa pandemi ini, kehadiran internet telah memberikan banyak manfaat, khususnya untuk mempertahankan proses pembelajaran meski dalam jarak jauh. Negatifnya, internet pun berpotensi untuk menampilkan kekerasan non-fisik yang bisa dikonsumsi oleh anak.
Ciput Eka Purwianti selaku Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA RI), merinci tiga potensi bagi anak mengalami kekerasan selama menggunakan internet. ”Pertama, mereka rentan untuk mengalami kekerasan siber, ini bisa termasuk eksploitasi seksual daring,” kata Ciput dalam sebuah pertemuan secara virtual.
“Terekspose pada tindakan menyakiti diri sendiri, bunuh diri, kemudian mereka juga bisa terkontaminasi dengan konten-konten radikalisme dan eksploitasi lainnya yang kita sudah banyak kasusnya,” paparnya.
Potensi lainnya yaitu adiksi Siber. Bahkan terdapat beberapa kasus yang dilaporkan anak berusia di bawah 10 tahun telah kecanduan gawai, termasuk terhadap game online dan pornografi. Potensi lainnya dengan kejadian yang tidak sedikit dan tanpa disadari ialah perundungan siber.
Mayoritas anak mengalami perundungan siber di dunia maya oleh teman sebaya, namun sebagian lain di antaranya juga oleh orang dewasa.