MATA INDONESIA, JAKARTA-Pertumbuhan ekspor alas kaki Indonesia pada dua bulan pertama pada 2021 terus naik dengan banyaknya permintaan. Nilai ekspor pada Januari 2021 tercatat tumbuh 13 persen dibandingkan dengan Januari 2020.
Sementara pada Februari tahun ini naik delapan persen secara year on year. Adapun total ekspor produk alas kaki pada Januari dan Februari 2020 berjumlah 42,76 juta US dolar.
“Secara akumulasi tumbuh 10 persen dibandingkan dengan tahun lalu,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri.
Firman belum bisa memperinci kawasan mana yang menyumbang pertumbuhan terbesar. Namun, merujuk pada tahun lalu, pertumbuhan ekspor alas kaki yang mencapai 8,97 persen sepanjang tahun disumbang oleh kenaikan permintaan di China.
“Tahun lalu Cina berkontribusi 50 persen pada pertumbuhan ekspor alas kaki. Sementara pasar lain cenderung turun meski tidak sedalam penurunan eksportir lain,” katanya.
Dalam kasus ekspor ke Amerika Serikat misalnya, nilai ekspor alas kaki Indonesia mengalami kenaikan dari 223,82 juta US dolar menjadi 238,18 juta US dolar.
Firman mengatakan kondisi ini lebih baik dibandingkan dengan Cina yang meskipun memiliki pangsa pasar yang besar, tetapi mengalami koreksi ekspor. Firman mengatakan Indonesia tidak bisa serta-merta mengisi pasar Cina yang hilang selama pandemi karena segmennya berbeda.
“Produk kita kebanyakan bermerek untuk pasar Amerika Serikat, sementara China tidak. Mereka juga ekspor produk dengan pasar yang preferensinya berbeda jadi tidak bisa kita isi,” kata Firman.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebelumnya memperkirakan volume perdagangan dunia akan terkerek delapan persen pada 2021 setelah sempat terkoreksi 5,3 persen pada 2020.
Pertumbuhan impor akan dimotori oleh permintaan dari Amerika Utara dengan kenaikan 11,4 persen sebagai imbas dari injeksi fiskal di Amerika Serikat. Kenaikan impor di Eropa dan Amerika Selatan menyusul sebagai kontributor terbesar selanjutnya dengan kenaikan masing-masing diprediksi mencapai 8 persen.
Kenaikan permintaan ini bakal diimbangi dengan kemampuan sejumlah kawasan dalam memasok barang. Asia diprediksi menikmati kenaikan ekspor dengan volume 8,4 persen. Sementara Eropa menyusul di angka hampir 8,3 persen.