Akhir Perdagangan Hari Ini, Rupiah Masih ‘Lembek’

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat (AS) masih ditutup di zona merah atau melemah di akhir perdagangan Selasa 30 Juli 2019 sore ini.

Rupiah tercatat tak bergerak atau stagnan pada posisi Rp 14.020 per dolar AS di pasar spot dibanding penutupan hari sebelumnya. Sejak pagi hingga siang, rupiah bergerak dalam rentang Rp14.018-Rp14.036 per dolar AS.

Sementara berdasarkan laporan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah melemah ke level Rp14.034 per dolar AS dari hari sebelumnya di level Rp14.010 per dolar AS.

Mayoritas mata uang utama Asia justru menguat pada sore hari ini seperti dolar Hong Kong sebesar 0,01 persen, dolar Singapura sebesar 0,02 persen, won Korea Selatan sebesar 0,13 persen, dan baht Thailand sebesar 0,13 persen. Kemudian, yuan China menguat sebesar 0,15 persen, yen Jepang sebesar 0,17 persen, dan peso Filipina sebesar 0,31 persen.

Hanya mata uang rupee India yang melemah sebesar 0,04 persen dan ringgit Malaysia 0,18 persen.
Di sisi lain, pergerakan mata uang negara maju juga bervariasi terhadap dolar AS. Euro menguat 0,01 persen, namun dolar Australia melemah 0,13 persen dan poundsterling Inggris melemah 0,43 persen.

Direktur utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa pelemahan rupiah masih dibayangi oleh sejumlah sentimen negatif dari faktor eksternal.

Pertama, investor (pelaku pasar) cenderung berhati-hati dan wait and see (menanti) kebijakan moneter The Fed yang akan dimulai pada hari ini, Selasa hingga Rabu.

“Pelaku pasar pun berharap The Fed dapat memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps), yang akan menjadi penurunan suku bunga pertama bagi bank sentral AS tersebut dalam 1 dekade terakhir,” ujarnya kepada Mata Indonesia News, Selasa sore ini.

Kedua terkait perang dagang AS dan China. Negosiator AS dan China akan bertemu di Shanghai mulai Selasa, pertemuan tatap muka pertama mereka sejak Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping sepakat untuk menghidupkan kembali pembicaraan akhir bulan lalu.

Walaupun banyak yang pesimistis soal kesepakatan tersebut, namun masih ada harapan 6 bulan ke depan untuk kembali berunding guna mencapai kesepakatan yang dikehendaki oleh kedua belah pihak.

Ketiga, Perdana Menteri Inggris yang baru Boris Johnson bersikeras tak mau menemui pada para pemimpin Eropa lainnya pada hari Senin, kecuali mereka pertama kali setuju untuk menghapus ketentuan “pendukung Irlandia”, untuk memastikan kelanjutan perdagangan yang lancar melintasi perbatasan Irlandia setelah Brexit. Sekaligus menghindari kebangkitan kembali perbatasan keras antara Republik Irlandia dan provinsi Inggris di Utara. Irlandia.

Sementara itu, dari dalam negeri, pelaku pasar juga cenderung wait and see dengan rilis pertumbuhan ekonomi kuartal II yang akan dirilis pada pekan depan. Terlebih, neraca perdagangan Indonesia terus mencatat defisit antara April hingga Juni, sehingga tidak bisa menopang pertumbuhan ekonomi secara maksimal.

“Tapi kemungkinan PDB kuartal II akan lebih bagus dibandingkan kuartal I, tentu ini sangat membantu demi menopang pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2019,” kata Ibrahim. (Krisantus de Rosari Binsasi)

Berita Terbaru

Pilkada Serentak Diharapkan Jadi Pendorong Inovasi dalam Pemerintahan

Jakarta - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 27 November 2024, diharapkan dapat mendorong inovasi serta memperkuat sinkronisasi...
- Advertisement -

Baca berita yang ini