Akhir Perdagangan Awal Pekan, Rupiah Tumbang

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Indeks mata uang rupiah masih bertekuk lutut atas dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan pasar spot di awal pekan ini, Senin 29 Juli 2019.

Rupiah berada di level Rp 14.020 per dolar AS atau melemah 0,08 persen dibandingkan perdagangan akhir Jumat 26 Juli 2019  lalu.

Sementara kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp 14.010 per dolar AS atau melemah dari posisi akhir pekan lalu di Rp14.001 per dolar AS.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa pelemahan rupiah disebabkan oleh sejumlah sentimen negatif dari luar di antaranya,

Pertama, Bank Sentral AS (Federal Reserve AS) secara luas diperkirakan akan memangkas suku bunga untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade minggu ini. Tetapi langkah semacam itu secara luas dipandang sebagai tindakan pencegahan untuk melindungi ekonomi dari ketidakpastian global dan tekanan perdagangan.

Angka-angka Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan bahwa ekonomi AS tumbuh pada laju tahunan sebesar 2,1 persen dalam tiga bulan hingga Juni.

Kedua, karena perselisihan perdagangan antara AS dan Cina masih jauh dari kata selesai dan harapan pertumbuhan global telah jatuh sejak awal tahun, maka The Fed mungkin akan berhati-hati untuk lakukan pemotongan suku bunga yang tujuannya untuk menstabilkan angka pertumbuhan dan inflasi.

“Akibatnya, peluang pemotongan setengah poin dari The Fed tampaknya telah menyusut, kemungkinan hanya 25 basis poin,” ujar Ibrahim pada Senin sore ini.

Bahkan sekarang ada kemungkinan yang sangat kuat dari Inggris untuk keluar dari Uni Eropa (UE) pada 31 Oktober tanpa transisi. Hal ini sejalan dengan niat Perdana Menteri Inggris yang baru yaitu Boris Johnson. Ia telah mengatakan berulang kali selama kampanye kepemimpinannya bahwa hanya ada “satu dalam sejuta” peluang Inggris meninggalkan UE tanpa kesepakatan transisi.

Ketiga, negosiator AS dan China juga akan bertemu di Shanghai mulai Selasa besok, 30 Juli 2019. Pertemuan tatap muka ini akan jadi kala perdana bagi Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. Mereka katanya sudah mencapai kata sepakat untuk menghidupkan kembali pembicaraan akhir lalu bulan.

Sementara sentimen dari internal datang dari defisit neraca perdagangan migas sepanjang Semester I 2019 mencatatkan defisit hingga 4,78 miliar dolar AS, kemungkinan akan tembus hingga 10 mliar pada akhir 2019. Defisit migas pada dolar dasarnya tidak bisa dihindari oleh Indonesia, manakala kebutuhan migas jauh lebih tinggi dibandingkan produksi, khususnya sejak tahun 2008 hingga saat ini.

Sama seperti rupiah, beberapa mata uang Asia lainnya juga berada di zona merah. Yuan China melemah 0,18 persen, ringgit Malaysia minus 0,15 persen, dan dolar Singapura minus 0,15 persen.

Namun, mayoritas di antaranya berhasil menguat dari dolar AS, seperti dolar Hong Kong menguat 0,02 persen, yen Jepang 0,05 persen, dan peso Filipina 0,05 persen. Kemudian, baht Thailand 0,05 persen, rupee India 0,06 persen, won Korea Selatan 0,12 persen.

Sebaliknya, mayoritas mata uang utama negara maju justru terperosok ke zona merah. Poundsterling Inggris melemah 0,47 persen, rubel Rusia minus 0,32 persen, dolar Kanada minus 0,08 persen, dan euro Eropa minus 0,04 persen. Hanya franc Swiss yang menguat 0,16 persen dari mata uang Negeri Paman Sam. Sementara dolar Australia stagnan. (Krinsatus de Rosari Binsasi)

Berita Terbaru

Pilkada Serentak Diharapkan Jadi Pendorong Inovasi dalam Pemerintahan

Jakarta - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 27 November 2024, diharapkan dapat mendorong inovasi serta memperkuat sinkronisasi...
- Advertisement -

Baca berita yang ini