Akhir Era Kebiadaban Biksu-biksu Pembenci Rohingya

Baca Juga

MINEWS, INTERNASIONAL – Beberapa biksu ternama di Myanmar selama ini dikenal aktif mengkampanyekan kebencian terhadap etnis Rohingya di wilayah Rakhine. Tak hanya provokasi, sebagian mereka dan murid-muridnya pun pernah kedapatan ikut melakukan kekerasan fisik kepada etnis Islam tersebut.

Masa-masa ketika mereka merasa besar dengan kebiadabannya itu kini sudah menjelang akhir. Surat resmi penangkapan para biksu pembenci Rohingya telah resmi dikeluarkan pengadilan tertinggi di Myanmar.

Salah satu biksu yang paling terkenal seantero jagat karena ia terang-terangan menghasut dan menyerukan pembantaian terhadap Rohingya adalah Ashin Wirathu. Ia pernah tampil di publik dan menyatakan dukungan atas operasi keji militer Myanmar di Rakhine.

Kini, surat penangkapan Wirathu sudah keluar pada 28 Mei 2019 lalu. Juru Bicara Kepolisian Myanmar Myo Thu Soe berkata masalah Wirathu bukan hanya soal Rohingya, tapi ia juga kedapatan menuduh pemerintah telah melakukan tindakan korupsi dengan memangkas kewenangan militer.

“Ini jelas adalah tuduhan dan hasutan. Kami tidak ingin menjelaskan apa yang bisa kami lakukan saat ia sudah ditangkap, intinya kami tidak akan tinggal diam,” kata Thu Soe, seperti dikutip dari Reuters.

Dalam laporan Deutsche Welle pada Kamis 30 Mei 2019, Wirathu disrbut sebagai biksu nasionalis yang paling menonjol bobot politiknya di Myanmar, setelah terjadinya transisi dari pemerintahan militer pada 2011 lalu.

Pada 2013 dia menggelar road show keliling Myanmar dan mengkampanyekan betapa warga muslim gemar memerkosa perempuan atau melecehkan agama Buddha.

Dalam hasutannya, Wirathu pernah berkata, setiap Muslim dilahirkan secara cepat untuk mencintai kekerasan, menggauli anak sendiri dan membawa penderitaan bagi umat Budha di Myanmar.

Namun, Wirathu sudah dilarang bercermah lagi selama setahun ini, karena dianggap mengandung unsur kebencian.

Sasaran utamanya adalah kaum Muslim Rohingya sebagai target, sehingga lebih dari 700.000 di antaranya telah melarikan diri dari penumpasan tentara di negara bagian Rakhine pada tahun 2017, yang oleh para penyelidik PBB disebutkan sebagai kasus yang dilakukan dengan niat genosida.

Kepolisian Myanmar mengatakan surat perintah itu belum diterima oleh polisi di pusat kota Mandalay, tempat Wirathu bermukim. Namun, jika ia sudah ditangkap, maka hukuman penjara menanti di depan mata.

Berita Terbaru

Webinar Inspiratif Universitas Alma Ata: Peluang dan Tantangan Karir di Dunia UI/UX di Era Digital

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menghadapi era digital, Universitas Alma Ata berkomitmen mendorong mahasiswanya untuk membangun karir di dunia UI/UX dengan menggelar webinar bertajuk “Membangun Karir di Dunia Desain UI/UX: Peluang dan Tantangan di Era Digital” pada Sabtu (21/12/2024).
- Advertisement -

Baca berita yang ini