MINEWS, GARUT – Kasus kekerasan seksual kini menghantui masyarakat Garut, khususnya kalangan perempuan dan anak-anak. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) setempat mencatat, selama 2019 ada 34 kasus kekerasan seksual atau asusila menimpa perempuan dan anak.
“Kebanyakan sekitar 70 persen itu masalah kekerasan seksual,” kata Sekretaris P2TP2A Garut Rahmat Wibawa di Garut, Senin 8 Juli 2019.
Ia menuturkan, kasus asusila yang tercatat P2TP2A Garut itu terdiri dari 18 kasus menimpa perempuan dewasa dan 16 kasus menimpa kalangan anak-anak dengan jumlah korban sebanyak 52 anak.
Menurut dia, jumlah kasus asusila terhadap anak di bawah umur itu korbannya cukup banyak, karena dalam satu pelaku ada yang melakukan perbuatan asusila lebih dari satu korban.
“Ada juga satu lokasi, pelakunya satu, korban banyak,” katanya.
Kasus asusila yang tercatat P2TP2A Garut itu bersifat laporan, lalu mendapatkan penanganan hukum, sementara di lapangan dipastikan banyak dan belum mau melaporkannya.
Menurut dia, sebenarnya banyak kasus yang tidak terdeteksi oleh P2TP2A Garut. Hal ini disebabkan warga masih menganggap kejahatan seksual sebagai aib yang tidak perlu diketahui orang.
Bahkan ada juga yang beranggapan melapor justru menyulitkan karena harus mengeluarkan biaya untuk penanganan hukumnya.
“Masyarakat masih merasa tabu untuk melaporkan kasus seperti itu, apalagi kasus kekerasan seksual,” katanya.
Namun P2TP2A Garut, kata Rahmat, terus berupaya mensosialisasikan masalah perempuan dan anak agar masyarakat sadar dan mau melaporkannya apabila ada kejahatan seksual atau kekerasan terhadap anak di lingkungan sekitarnya.
Ia berharap, peran aktif masyarakat untuk mengawasi dan melaporkannya bisa mencegah terjadinya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan sehingga generasi bangsa bisa terselamatkan.
“Sosialisasi dilakukan untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya perlindungan dan mencegah terjadinya kekerasan menimpa perempuan dan anak,” katanya