100 Orang Mati di Tangan Taliban Sejak Agustus

Baca Juga

MATA INDONESIA, KABUL – Pasukan Taliban di Afghanistan dilaporkan mengeksekusi lebih dari 100 nyawa mantan anggota kepolisian dan perwira intelijen di empat provinsi. Sadisnya, eksekusi ini dilakukan dalam kurun waktu tak kurang dari empat bulan.

Laporan ini diungkapkan oleh Organisasi Hak Asasi Manusi atau Human Rights Watch (HRW) dalam sebuah rilis di website resmi mereka. Laporan tersebut merinci eksekusi mati dari 47 mantan anggota Pasukan Keamanan Nasional Afghanista (ANSF).

Angka tersebut termasuk personel militer, polisi, anggota dinas intelijen, dan milisi paramiliter yang menyerah pun mereka yang ditangkap oleh pasukan Taliban sejak 15 Agustus hingga 31 Oktober.

Human Rights Watch mengumpulkan informasi tersebut berdasarkan pada 67 wawancara, 40 di antaranya merupakan wawancara langsung dengan saksi, kerabat, teman korban, serta pejuang Taliban yang dapat dipercaya mengenai lebih dari 100 eksekusi mati di provinsi Ghazni, Helmand, Kandahar, dan Kunduz.

“Amnesti yang dijanjikan kepemimpinan Taliban tidak menghentikan komandan lokal untuk mengeksekusi atau menghilangkan mantan anggota pasukan keamanan Afghanistan,” kata Patricia Gossman, Direktur Asosiasi Asia Human Rights Watch.

“Beban ada pada Taliban untuk mencegah pembunuhan lebih lanjut, meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab, dan memberi kompensasi kepada keluarga korban,” sambungnya.

Pimpinan Taliban telah mengarahkan anggota unit pasukan keamanan yang menyerah untuk mendaftar untuk menerima surat yang menjamin keselamatan mereka. Namun, pasukan Taliban telah menggunakan pemeriksaan ini untuk menahan dan mengeksekusi mati dalam beberapa hari setelah mereka mendaftar. Dan meninggalkan tubuh mereka untuk ditemukan oleh kerabat atau komunitas mereka.

Taliban juga dapat mengakses catatan pekerjaan yang ditinggalkan oleh pemerintah sebelumnya, menggunakannya untuk mengidentifikasi orang-orang yang akan ditangkap dan dieksekusi.

Dalam satu contoh saja, di kota Kandahar pada akhir September, pasukan Taliban pergi ke rumah Baz Muhammad, yang telah dipekerjakan oleh Direktorat Keamanan Nasional (NDS), mantan badan intelijen negara, dan menangkapnya. Kerabat kemudian menemukan tubuhnya tak lagi bernyawa.

Taliban juga telah melakukan operasi pencarian, termasuk penggerebekan di malam hari, untuk menangkap dan, terkadang, menghilangkan secara paksa mantan pejabat yang dicurigai.

“Serangan malam Taliban sangat menakutkan. Itu dilakukan dengan dalih melucuti senjata mantan pasukan keamanan yang belum menyerahkan senjata. Mereka yang ‘menghilang’ adalah (korban) razia malam. Keluarga tidak dapat melaporkan atau mengonfirmasi. Keluarga bahkan tidak bisa menanyakan ke mana (orang itu dibawa),” ungkap seorang aktivis masyarakat sipil dari provinsi Helmand.

Selama penggeledahan, Taliban sering mengancam dan melecehkan anggota keluarga agar mereka mengungkapkan keberadaan mereka yang bersembunyi. Beberapa dari mereka yang akhirnya ditangkap telah dieksekusi atau ditahan tanpa pengakuan bahwa mereka ditahan atau informasi tentang lokasi mereka.

Departemen intelijen Taliban di Helmand menahan Abdul Raziq, mantan perwira militer provinsi, setelah ia menyerah pada akhir Agustus. Sejak itu, keluarganya tidak dapat mengetahui di mana ia ditahan atau apakah ia masih hidup.

Eksekusi dan penghilangan telah menimbulkan ketakutan di antara mantan pejabat pemerintah dan orang lain yang mungkin percaya bahwa pengambilalihan Taliban akan mengakhiri serangan balas dendam yang telah menjadi karakteristik konflik bersenjata panjang di Afghanistan.

“Kurangnya akuntabilitas memperjelas perlunya pengawasan PBB yang berkelanjutan terhadap situasi hak asasi manusia Afghanistan, termasuk pemantauan, investigasi, dan pelaporan publik yang kuat,” tutur Grosmann.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Resmi Jadi Kader NasDem, Sutrisna Wibawa bakal Bersaing Ketat dengan Bupati Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa, telah resmi bergabung sebagai kader Partai Nasional Demokrat (NasDem). Hal ini jelas memperkuat dinamika politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunungkidul 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini