MATA INDONESIA, PALU – Mujahidin Indonesia Timur (MIT) merupakan kelompok militan yang berbasis di Poso dan memiliki benang merah dengan kelompok sejenis bernama Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Dalam buku Handbook of Terrorism in The Asia Pacific (2016) diketahui bahwa Santoso alias Abu Wardah juga berperan aktif dalam pembentukan cabang JAT di Poso, Sulawesi Tengah.
Awal mula kepemimpinan Santoso dalam MIT pada tahun 2012, dilatarbelakangi kepiawaiannya merekrut dan membina kader militan. Bahkan, ia beberapa kali memimpin aksi penyerangan terhadap aparat keamanan Indonesia.
Pada tahun yang sama, kelompok pimpinan Daeng Koro dari Makassar bergabung dengan kelompok Santoso. Pria bernama asli Sabar Subagyo ini pernah menjadi anggota TNI-AD namun dipecat pada 1992 karena kasus asusila.
Daeng Koro bukanlah pemain baru dalam aksi terorisme karena sudah pernah terlibat dengan Laskar Jihad dalam Kerusuhan Poso. Kemudian, tahun 2007 ia membantu Jamaah Islamiyah (JI) dalam melawan polisi di Poso.
Pengalaman inilah yang membuat Daeng Koro juga punya peran besar di MIT selain Santoso. Namun tanggal 3 April 2015, Daeng Koro tewas dalam bentrokan senjata melawan pasukan Densus 88 Antiteror, sementara Santoso berhasil kabur bersama pengikutnya.
Operasi pengejaran Santoso pun terus dilakukan mulai dari Operasi Camar Maleo tahun 2015 hingga Operasi Tinombala pada tahun 2016. Alhasil, pada Mei 2016, 15 orang kelompok Santoso berhasil ditangkap. Rinciannya 11 orang tewas dalam baku tembak dan empat lainnya ditangkap untuk digali informasi.
Pergerakan Santoso akhirnya menuju titik akhir pada 18 Juli 2016. Satgas Tinombala berhasil menumpas salah satu teroris paling berbahaya ini. Meski Santoso tewas namun Polri saat itu menilai masih ada personil lainya yang memiliki militansi tinggi salah satunya Ali Kalora.
Pergerakan MIT bersama Ali Kalora memang cukup mengkahwatirkan terlebih dengan adanya pembantaian satu keluarga di Sigi, Sulawesi Tengah. Sejak itulah, pengejaran terhadap Ali Kaloran terus digencarkan dengan Satgas Madago Raya.
Baku tembak yang kembali terjadi antara Satgas Madago Raya dengan MIT pada 3 Maret 2021 lalu telah menewaskan dua anak buah Ali Kalora. Sementara 1 personil TNI juga gugur dalam pertempuran tersebut. Melihat kondisi ini, Kapolda Sulteng Irjen Pol Drs Abdul Rakhman Baso menilai MIT semakin melemah dan terdesak.
“Mereka kekurangan logistik bahan makanan. Senjata yang dimiliki kelompok MIT ini tinggal tiga pucuk: dua pucuk senjata pendek dan satu pucuk senjata api panjang,” kata Abdul Rakhman.
Saat ini kelompok Ali Kalora tersisa 9 orang dan Satgas Madago Raya masih terus gencar memburu mereka di Poso.