MATA INDONESIA, JAKARTA – Rata-rata realisasi belanja APBD provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia tahun anggaran 2021 yaitu sebesar 73,23 persen atau Rp 928,25 triliun.
”Tercatat angka realisasi rata-rata sebesar 73,23 persen atau Rp 928,25 triliun,” kata Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam Rapat Pembahasan Simpanan Kas Daerah pada Bank Umum, Kamis 23 Desember 2021.
Angka realisasi belanja APBD 2021 ini dari rata-rata realisasi belanja provinsi sebesar 78,49 persen atau Rp 305,57 triliun. Rata-rata kabupaten sebesar 71,08 persen atau Rp 507,68 triliun. Dan rata-rata kota sebesar 70,09 persen atau Rp 115,00 triliun.
Adapun rata-rata realisasi pendapatan itu merupakan data Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri per 17 Desember 2021.
”Untuk itu, harapannya terjadi peningkatan yang optimal dalam realisasi belanja pada akhir Desember 2021,” ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan data yang sama, realisasi pendapatan APBD Provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia adalah 86,61 persen atau Rp 1.009,33 triliun.
Jumlah itu terdiri dari dana transfer sebesar Rp 743,44 triliun atau 73,66 persen dan Rp 265,89 triliun atau 26,34 persen bersumber dari luar dana transfer.
“(Realisasi) ini lebih rendah dari tahun sebelumnya per 31 Desember (2020) itu 92,48 persen (Rp 1.050,93 triliun). Ini gambaran umum realisasi pendapatan,” katanya.
Dia mengungkapkan, provinsi dengan realisasi pendapatan paling tinggi yaitu DI Yogyakarta. Kemudian, disusul Kepulauan Bangka Belitung dan Jawa Barat.
“DIY yang tertinggi, mendekati 100 persen (97,32 persen). Kepulauan Bangka Belitung (97,10 persen), Jawa Barat (96,29 persen), Gorontalo (96,27 persen), Sulawesi Tengah (95,60 persen). Sumatera Barat (95,26 persen), Aceh (95,11 persen), dan Riau (94,54 persen). Ini daerah-daerah yang relatif mampu mencapai target sesuai awal tahun pendapatan,” ujarnya.
Tito menyoroti realisasi pendapatan yang rendah pada beberapa provinsi, seperti Sumatera Selatan yang realisasi pendapatannya baru mencapai 77,49 persen. Setelah itu Kalimantan Timur 79,91 persen, Maluku 84,63 persen, Nusa Tenggara Timur 84,84 persen, dan Maluku Utara 85,40 persen.
“Salah satunya karena memang adanya tekanan pada ekonomi. Ada retribusi-retribusi yang naik ke atas seperti minerba, serta nomenklatur IMB. Ini juga membuat penerimaan dari PAD menjadi rendah,” katanya.
Tito pun meminta pemda terus menggenjot realisasi pendapatan dan belanjanya pada sisa akhir tahun 2021.