JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama Polri telah aktif melakukan patroli siber dan penghapusan akun-akun judol. Namun, demikian tetap perlu diantisipasi iklan judol yang sering menargetkan masyarakat. Banyak modus judol yang bertebaran melalui aplikasi dan mengecoh masyarakat.
Direktur Media KPM Komdigi, Nursodik Gunarjo, mengungkap modus operandi pelaku yang sering mengecoh korban melalui teman, keluarga, atau iklan daring.
“Ada lima fase yang biasanya dilewati korban, mulai dari pendaftaran hingga akhirnya sadar dan ingin keluar dari kecanduan,” jelasnya.
Dirinya menambahkan bahwa sebagian besar korban terjebak karena dorongan ekonomi atau sekadar mengisi waktu luang.
Sementara itu, Kepala Biro Multimedia Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Gatot Repli Handoko, menegaskan, pihaknya akan memberikan sanksi tegas kepada siapa pun yang terlibat, termasuk oknum bank, ASN, maupun aparat. Langkah ini disertai dengan penyitaan aset dan pemblokiran portal terkait judol.
“Presiden Prabowo telah menginstruksikan pemberantasan judol secara menyeluruh,” ujarnya.
Namun, pemberantasan judol di Indonesia menghadapi tantangan besar. Literasi digital masyarakat yang rendah membuat iklan judol mudah menjangkau pengguna. Dengan 212,9 juta pengguna internet di Indonesia, literasi digital yang memadai menjadi kebutuhan mendesak untuk mencegah masyarakat terpapar.
Kebijakan pencegahan yang bersifat edukatif dan persuasif dinilai penting. Kepala Prodi Mikom UMJ, Dr. Tria Patrianti, menekankan perlunya pendekatan komunikatif yang strategis agar masyarakat tidak tergoda mencoba judol.
“Komunikasi harus jadi perekat untuk mengatasi masalah ini karena sebaik apapun kebijakan perlu disokong oleh komunikasi yang baik,” ungkapnya.
Di sisi lain, kerja sama internasional diperlukan untuk menangkap bandar yang beroperasi dari luar negeri, seperti Thailand, Kamboja, dan Filipina. Dengan adanya upaya komprehensif tersebut, praktik Judol dapat diberantas dengan tuntas.