MATA INDONESIA, JAKARTA-Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kasus Jiwasraya, kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi itu mencapai Rp 16,8 triliun.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengatakan dalam menghitung kerugian negara BPK menggunakan metode total loss. Di mana seluruh saham yang diduga dibeli secara melawan hukum, dianggap berdampak.
“Dan nilai kerugian negaranya sebesar Rp 16,81 triliun, terdiri dari kerugian negara investasi saham Rp 4,65 triliun dan akibat investasi reksa dana Rp 12,16 triliun,” uajr Agung di Kejaksaan Agung, JakartaSelatan, Senin 9 Maret 2020.
Sementara itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin menambahkan, pihaknya akan turut mengejar setiap kerugian negara yang disebabkan oleh kasus Jiwasraya.
“Kita menyita Rp 13,1 triliun, kerugian 16,9 triliun, pasti sampai kapan pun kalau tersangka masih punya hartanya, bahkan sampai putus pun kami bisa mengejar aset-aset itu. Jadi bukan hanya sekarang saja aset-Aset itu,” katanya.
Staf Komunikasi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Sinulingga mengatakan, pembayaran dana nasabah PT Jiwasraya (Persero) tahap pertama akan menggunakan dana efisiensi gedung yang sudah tidak beroperasi. Selain itu, perusahaan tersebut juga akan menggunakan gaji karyawan outsource yang sudah tak dibayarkan.
“Maksud dari biaya efisiensi ini, misalkan banyak kantor yang sudah tidak lagi dimaksimalkan, sehingga operasionalnya tidak lagi berjalan. Artinya, listriknya dan pekerja outsource tidak lagi dibayar,” ujar Arya.
Arya tidak merincikan jumlah dana yang telah disiapkan Jiwasraya untuk pembayaran dana nasabah tahap pertama. “Soal skema dan nasabah mana yang diprioritaskan akan kita omongkan di panja. Namun, kita akan lihat nasabah mana yang urgensi yang akan dibayar,” katanya.