MATA INDONESIA, WASHINGTON – Kelakuan negara Pakistan dalam beberapa tahun terakhir ini terutama dalam kasus Afghanistan membuat Amerika Serikat bete.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Pemerintah AS akan meninjau hubungannya dengan Pakistan dalam beberapa minggu mendatang.
Dalam rapat dengar pendapat publik pertama di Kongres tentang Afghanistan sejak pemerintah Afghanistan dukungan AS runtuh pada Agustus 2021, Blinken mengatakan kepada Komite Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Pakistan memiliki ‘banyak kepentingan yang sebagian bertentangan dengan kepentingan AS.’
”Ini adalah (negara, red) yang terus-menerus tidak menentukan sikap soal masa depan Afghanistan. Ikut memberi tempat perlindungan bagi para anggota Taliban. Juga memiliki aspek-aspek berbeda dalam kerja sama dengan kita menyangkut kontraterorisme,” kata Blinken.
Ketika anggota Kongres AS menanyakan apakah sudah waktunya bagi Washington untuk menilai kembali hubungannya dengan Pakistan, Blinken mengatakan pemerintah akan segera melakukan itu.
”Ini adalah salah satu hal yang akan kami lihat dalam beberapa hari, dan minggu ke depan –peran Pakistan selama 20 tahun terakhir, tetapi juga peran yang ingin kita lihat Pakistan mainkan di tahun-tahun mendatang dan apa yang Pakistan perlukan untuk melakukan itu,” katanya.
Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan mencapai puncaknya dengan beberapa kali melakukan penerbangan evakuasi.
Ribuan warga Afghanistan sekutu AS tidak terangkut. Ketika itu, saat kesibukan evakuasi terjadi serangan bom bunuh diri di luar bandara Kabul hingga menewaskan 13 tentara AS dan puluhan warga Afghanistan.
Amerika Serikat dan negara-negara Barat sulit menjaga harmoni setelah Taliban menang. Mereka enggan mengakui keabsahan kelompok Islam itu, namun harus menerima kenyataan guna mencegah krisis kemanusiaan.
Pakistan memiliki hubungan yang dalam dengan Taliban. Pakistan mendukung kelompok itu memerangi pemerintah dukungan Amerika Serikat di Kabul selama 20 tahun. Meskipun Pemerintah Pakistan di Islamabad membantah tuduhan tersebut.
Pakistan bersama dengan Qatar, yang memiliki pengaruh paling besar atas Taliban. Banyak pemimpin senior Taliban melarikan diri ke Pakistan setelah Amerika Serikat memimpin invasi ke Afghanistan pada 2001.