Penumpang KRL Dilarang Pakai Masker Scuba dan Buff, Ini Alasannya

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mengumumkan larangan bagi penumpang yang menaiki kereta api listrik (KRL) Commuter Line menggunakan masker berjenis scuba atau buff. Menurutnya, kedua jenis masker ini dinilai tak efektif mencegah dari risiko paparan debu dan virus Covid-19.

Larangan tersebut juga diumumkan melalui akun instagram @commuterline, pada 12 September lalu.

PT KCI beralasan larangan itu diberlakukan karena menilai masker jenis tersebut terlalu tipis, sehingga tak bisa menjamin droplet yang bisa menularkan virus Covid-19. PT KCI pun menyatakan persentase penyaringan dari masker jenis tersebut pun sangat minim.

Imbauan tak menggunakan masker jenis scuba dan buff ini juga disampaikan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito. Wiku menyarankan masyarakat untuk tidak menggunakan masker scuba dan buff dalam melakukan aktivitas.

“Masker scuba atau buff adalah masker dengan satu lapis dan terlalu tipis sehingga kemungkinan tembus, tidak bisa menyaring lebih besar. Jadi disarankan menggunakan masker yang berkualitas,” kata dia dalam konferensi pers yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa 15 September 2020.

Tak cuma memberi larangan pada jenis masker scuba dan buff, dalam postingan ilustrasi itu, PT KCI menjelaskan efektivitas jenis-jenis masker. Masker N95 merupakan jenis masker yang memiliki efektivitas tertinggi untuk mencegah dari paparan debu, virus, dan bakteri 95 sampai 100 persen.

Kemudian, masker jenis FFPI memiliki efektivitas 80-95 persen. Masker bahan tiga lapis memiliki efektivitas 50-70 persen. Sedangkan masker yang rendah mencegah risiko paparan adalah masker scuba atau buff dengan efektivitas 0-5 persen.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

PKL Teras Malioboro 2: Suara Ketidakadilan di Tengah Penataan Kawasan

Mata Indonesia, Yogyakarta – Sejak relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) dari Malioboro ke Teras Malioboro 2, berbagai persoalan serius mencuat ke permukaan. Kebijakan relokasi yang bertujuan memperindah Malioboro sebagai warisan budaya UNESCO justru meninggalkan jejak keresahan di kalangan pedagang. Lokasi baru yang dinilai kurang layak, fasilitas yang bermasalah, dan pendapatan yang merosot tajam menjadi potret suram perjuangan PKL di tengah upaya mempertahankan hidup.
- Advertisement -

Baca berita yang ini