Oleh : Rivka Mayangsari*)
Undang-Undang (UU) Cipta Kerja merupakan langkah reformasi hukum signifikan di Indonesia dengan tujuan utama meningkatkan iklim investasi dan menciptakan lapangan kerja. UU Cipta Kerja menempatkan perhatian khusus pada kemudahan perizinan dan kesetaraan akses bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sosialisasi UU Cipta Kerja menjadi penting untuk memastikan bahwa semua lapisan masyarakat, terutama pelaku UMKM, dapat memahami dan memanfaatkan peluang yang ditawarkan.
Salah satu perubahan terbesar yang dibawa UU Cipta Kerja adalah penyederhanaan proses perizinan usaha. Sebelum UU ini diimplementasikan, proses perizinan di Indonesia dikenal sangat rumit dan seringkali menjadi hambatan bagi pelaku UMKM untuk memulai atau mengembangkan usahanya. Birokrasi yang panjang membuat banyak pelaku usaha kecil menyerah sebelum usahanya berkembang.
Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah berupaya memotong jalur birokrasi dengan menerapkan sistem perizinan berbasis risiko, di mana jenis dan jumlah izin yang diperlukan disesuaikan dengan tingkat risiko usaha. Misalnya, usaha berisiko rendah kini dapat beroperasi hanya dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) tanpa perlu mengurus izin yang berlapis-lapis. Direktur Deregulasi Penanaman Modal, Dendy Apriandi, menekankan pentingnya penyederhanaan birokrasi melalui metode omnibus law dalam UU Cipta Kerja untuk mengatasi regulasi yang tumpang tindih. Hal ini memungkinkan UMKM beroperasi lebih efisien dan mengurangi beban administrasi yang selama ini menjadi penghalang.
Selain kemudahan perizinan, sistem perizinan kini terintegrasi secara online melalui Online Single Submission (OSS), yang semakin mempermudah pelaku usaha. Dengan OSS, pelaku UMKM tidak lagi perlu berpindah-pindah dari satu instansi ke instansi lain untuk mengurus izin. Semua proses perizinan dapat diselesaikan secara efisien dan transparan melalui platform ini.
Selain kemudahan perizinan, UU Cipta Kerja juga menegaskan pentingnya kesetaraan akses bagi pelaku UMKM dalam berbagai aspek, termasuk akses terhadap pembiayaan, pasar, dan teknologi. UMKM di Indonesia seringkali menghadapi kesulitan dalam mengakses sumber daya ini, yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan daya saing mereka. Oleh karena itu, UU Cipta Kerja berupaya menghilangkan hambatan-hambatan ini.
Dalam hal akses pembiayaan, UU Cipta Kerja mendorong perluasan akses bagi UMKM melalui berbagai program, termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan skema pembiayaan lainnya. Selain itu, pemerintah juga mendorong lembaga keuangan untuk lebih aktif dalam menyalurkan kredit kepada UMKM dengan risiko yang lebih terkendali berkat adanya sistem informasi kredit yang lebih transparan.
UU Cipta Kerja juga mendorong partisipasi UMKM dalam rantai pasok industri yang lebih luas. Pemerintah mengatur kewajiban bagi perusahaan besar untuk melibatkan UMKM sebagai mitra dalam rantai pasok mereka. Dengan demikian, UMKM memiliki kesempatan untuk berpartisipasi aktif dan memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi nasional. Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja, Arif Budimanta, menyatakan bahwa UU ini bertujuan merombak struktur birokrasi untuk menciptakan kesetaraan akses bagi pelaku usaha kecil, menengah, dan mikro, sejalan dengan upaya pemerintah untuk memastikan bahwa UMKM dapat bersaing lebih adil di pasar yang semakin kompetitif.
Terkait akses teknologi, UU Cipta Kerja mendorong digitalisasi UMKM melalui berbagai program pelatihan dan dukungan teknis. Digitalisasi menjadi kunci penting dalam era ekonomi digital, memungkinkan UMKM memperluas jangkauan pasar mereka tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga global. Melalui dukungan ini, UMKM diharapkan mampu meningkatkan daya saingnya dengan memanfaatkan teknologi digital untuk efisiensi operasional dan pemasaran.
Sosialisasi UU Cipta Kerja menjadi krusial untuk memastikan bahwa seluruh pelaku UMKM, dari pusat kota hingga pelosok desa, memahami dan dapat memanfaatkan berbagai peluang yang ditawarkan oleh UU ini. Ketua Pokja Strategi dan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Dimas Oky Nugroho, menekankan bahwa buku UU Cipta Kerja akan menjadi rujukan utama untuk sosialisasi, termasuk di kalangan pemerintah, akademisi, dan UMKM. Buku ini diharapkan mampu menjadi panduan praktis yang dapat diakses oleh berbagai kalangan untuk memahami dan menerapkan UU Cipta Kerja dengan lebih baik.
Pemerintah juga harus memastikan bahwa informasi yang disampaikan dapat diakses oleh semua kalangan, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan dalam mengakses teknologi atau berada di daerah terpencil. Dengan demikian, tidak ada pelaku UMKM yang tertinggal atau tidak mendapatkan informasi yang seharusnya bisa mereka manfaatkan.
Meskipun UU Cipta Kerja memberikan banyak peluang bagi UMKM, tantangan dalam implementasi di lapangan tetap ada. Oleh karena itu, selain sosialisasi, pengawasan yang ketat dan upaya terus-menerus untuk memperbaiki pelaksanaan UU di lapangan sangat diperlukan.
Di sisi lain, pelaku UMKM juga harus proaktif dalam memanfaatkan kemudahan dan fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah. Dengan memahami dan memanfaatkan secara maksimal UU Cipta Kerja, UMKM di Indonesia dapat tumbuh lebih kuat, lebih kompetitif, dan mampu berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
UU Cipta Kerja merupakan sebuah langkah besar yang jika dilaksanakan dengan baik, dapat membawa dampak positif jangka panjang bagi perkembangan UMKM di Indonesia. Kini, saatnya semua pihak bersinergi untuk memastikan bahwa tujuan mulia dari UU ini tercapai, sehingga UMKM dapat menjadi pilar utama dalam perekonomian Indonesia yang semakin maju dan inklusif.