Mata Indonesia, Bandung – Di ambang perubahan besar pada panggung politik Indonesia, dengan peralihan presiden dan Pilkada 2024 semakin mendekat, ancaman nyata datang dari kelompok-kelompok kepentingan yang berlindung di balik topeng manipulasi. Mereka mengisi ruang publik dengan kabut disinformasi, meracuni narasi, dan merangkai ketakutan berbasis isu-isu sensitif seperti SARA. Jika tak diantisipasi, percikan kecil dari upaya-upaya ini bisa menjadi api besar yang membakar pilar demokrasi, meretakkan kohesi sosial, bahkan mengarah pada konflik horizontal.
Satu fondasi kuat yang harus ditegakkan adalah literasi politik dan digital, bukan sekadar sebagai perisai, melainkan sebagai pedang bagi masyarakat. Kemampuan untuk membedakan fakta dari fatamorgana informasi harus diibaratkan seperti kompas moral yang tidak goyah oleh badai retorika palsu. Untuk mencapai itu, kolaborasi antara lembaga pendidikan, media massa, dan platform digital harus dirajut lebih erat. Mereka harus menjadi garda depan dalam membangun kesadaran kritis, sambil tetap menjaga keseimbangan hak kebebasan berpendapat yang tidak boleh tercekik oleh pengawasan berlebihan.
Di saat yang sama, intensitas pengawasan terhadap ruang digital perlu dipertajam tanpa menciptakan suasana kontrol yang menyesakkan. Pendekatan yang lebih bijak—dengan tetap memprioritaskan transparansi—akan membuat pelaku disinformasi kehilangan panggung untuk menyebarkan virus informasionalnya.
Namun, perang melawan pengaruh buruk ini tidak bisa hanya bertumpu pada satu dimensi. Perlu ada koordinasi kuat dan berkelanjutan antara lembaga-lembaga keamanan negara seperti intelijen dan kepolisian, sehingga mereka dapat bekerja bersama dengan harmonis, bukan dalam ruang yang terpisah atau tumpang tindih. Sinergi ini tidak hanya harus reaktif tetapi juga proaktif dalam membaca dan memetakan ancaman yang tersembunyi di celah-celah politik kekuasaan.
Momentum Pilkada 2024 harus dipahami sebagai kesempatan untuk memperdalam akar demokrasi Indonesia, bukan sebagai arena permainan kotor bagi mereka yang mencari keuntungan pribadi di tengah kegaduhan. Harus ada tekad bersama dari seluruh lapisan masyarakat untuk menjadikannya pesta demokrasi yang jujur, bersih, dan damai. Dengan begitu, transisi kepemimpinan akan berlangsung dengan nuansa stabilitas yang kokoh, bukan ketidakpastian yang menghantui.
Langkah-langkah strategis ini bukan hanya sekadar respons, melainkan bagian dari perencanaan jangka panjang untuk memastikan bahwa cita-cita demokrasi tetap menyala terang, tidak terkikis oleh ambisi kelompok-kelompok yang bermain di balik layar. Masa depan bangsa ada di ujung pena, di tangan mereka yang memilih, serta di kesadaran kolektif yang terus tumbuh dan matang. Mari kita ukir perjalanan politik yang lebih baik, lebih adil, dan lebih bermartabat untuk Indonesia yang kita cintai.