Selain Indonesia, Ini Negara ASEAN yang Terlibat Konflik Laut Cina Selatan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Perhatian dunia internasional masih tertuju pada kasus perebutan klaim Laut Cina Selatan. Banyak negara yang terlibat dalam sengketa ini, seperti Cina, Taiwan, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam dan Malaysia. Kawasan ini diperebutkan oleh banyak negara karena memiliki potensi sumber daya alam yang menjanjikan.

Dalam kawasan Laut Cina Selatan terdapat Kepulauan Spratly, Kepulauan Paracel, Kepulauan Pratas, dan Kepulauan Macclesfield. Namun, kawasan yang rawan dalam masalah klaim territorial adalah Kepulauan Spratly dan Paracel.

Konflik ini bermula ketika Perdana Menteri Cina, Zhou Enlai menyatakan kepemilikan Cina atas Kepulauan Paracel dan Spratly pada bulan Agustus 1951. Klaim ini dilandasi pada dokumen yang dikeluarkan oleh rezim Goumindang (Koumintang) pimpinan Chiang Kai-shek. Di dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa Kepulauan Pratas, Kepulauan Paracel, Kepulauan Spratly dan Kepulauan Macclesfield merupakan bagian dari Republik Rakyat Cina. Klaim ini lebih ditekankan kepada prinsip historical rights.

Namun, Vietnam turut mengklaim kepemilikan Kepulauan Paracel dan Spartly. Filipina mengklaim Kepulauan Spartly dan Kepulauan Macclesfield. Sedangkan, Brunei Darussalam dan Malaysia mengklaim bagian selatan Laut Cina Selatan dan sebagian Kepulauan Spartly.

Pengakuan kepemilikan Laut ini sangat menguntungkan bagi Cina, karena jalur pelayaran tersibuk ketiga di dunia itu merupakan jalur utama impor minyak bumi ke Cina. Selain itu, Laut Cina Selatan diyakini kaya akan sumber daya alam dan pemasok ikan terbesar di seluruh dunia.

Singapura 

Singapura merupakan negara yang tidak terlibat dalam kasus ini. Meski begitu, Singapura menegaskan sikapnya dalam menghadapi ketegangan di kawasan tersebut. Singapura berkomitmen untuk membantu meredakan ketegangan dengan menciptakan solusi tanpa menimbulkan konflik baru.

Sebagai salah satu negara yang membentuk ASEAN, Singapura merasa penting untuk mempertahankan kawasan Laut Cina Selatan. Ini dikarenakan, wilayah yang diklaim Cina telah memasuki Asia Tenggara.

Selain karena kedekatan geografis, Singapura merupakan negara yang jantung perekonomiannya berpusat pada pelabuhannya. Oleh karena itu, mereka merasa perlu untuk melindungi apa yang menjadi kepentingannya.

Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan, bahwa Singapura tidak memiliki klaim atas Laut Cina Selatan. Tetapi, Singapura memiliki klaim tersendiri yaitu hukum internasional, kebebasan navigasi dan ASEAN yang bersatu.

Malaysia 

Menjadi salah satu negara yang terlibat dalam konflik Laut Cina Selatan, Malaysia meminta agar ASEAN harus menjadi pemimpin dan memastikan tidak ada konflik yang berdampak pada negara anggota.

Selama ini Malaysia mengklaim sebagian kawasan Laut Cina Selatan dan sebagian Kepulauan Spartly kedalam wilayahnya. Ketegangan antara Cina dan Malaysia makin memanas ketika kapal-kapal Cina masuk ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif Malaysia. Setidaknya, sejak tahun 2016 hingga 2019 terdapat 89 kasus kapal Cina masuk ke kawasan Malaysia.

Menteri Luar Negeri Malaysia, Hishammuddin Hussein mengatakan bahwa satu-satunya jalan menghindari konflik Laut Cina Selatan adalah merampungkan kode etik (code of conduct) antara Cina dan ASEAN.

Filipina

Setelah masuk dalam sembilan garis garis putus yang diklaim Cina, Filipina turut mengklaim kedaulatan nya di bagian timur laut Kepulauan Spartly.

Filipina juga merasa terganggu dengan klaim tersebut karena laut yang berada di sebelah barat negara mereka habis diklaim oleh Cina.

Oleh karena itu, Filipina mengambil langkah tegas dengan mengajukan kasus tersebut ke Mahkamah Arbitrase Internasional pada 2013 di Den Haag, Belanda. Setelah tiga tahun, hasil sidang memenangkan Filipina dan mengatakan Cina tidak memiliki hak historis untuk mengklaim seluruh wilayah Laut Cina Selatan. Namun, Cina tetap tidak mengakui hasil sidang ini.

Reporter: Diani Ratna Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Memperkokoh Kerukunan Menyambut Momentum Nataru 2024/2025

Jakarta - Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025, berbagai elemen masyarakat diimbau untuk memperkuat kerukunan dan menjaga...
- Advertisement -

Baca berita yang ini