Oleh: Sadena Ayu Parmesta )*
Setelah pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) selesai, peran rekonsiliasi politik menjadi sangat penting dalam menjaga keharmonisan masyarakat. Meskipun Pemilu merupakan bagian integral dari demokrasi yang sehat, seringkali dinamika politik pasca-Pemilu bisa memicu ketegangan, bahkan perpecahan di kalangan masyarakat.
Oleh karena itu, langkah untuk merajut kembali tali persaudaraan dan menjaga stabilitas sosial menjadi tugas penting bagi seluruh elemen bangsa, termasuk pemerintah, kandidat terpilih, media, dan masyarakat.
Dosen Komunikasi di UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi, Tomi Hendra, menyatakan komunikasi rekonsiliatif menjadi salah satu kunci utama untuk mengatasi polarisasi yang sering muncul setelah Pilkada. Dalam hal ini, dia menekankan pentingnya sikap terbuka dari semua pihak, baik yang menang maupun yang kalah, untuk menjunjung tinggi sportivitas.
Tidak hanya menekankan pentingnya sikap terbuka, Tomi juga menekankan perlunya para kandidat untuk saling bekerja sama demi kepentingan bersama. Dengan demikian, pasca-Pilkada bukanlah waktu untuk mempertajam perbedaan, melainkan untuk memperkuat persatuan dengan menegakkan komunikasi yang menenangkan.
Salah satu cara yang disarankan oleh Tomi adalah mengedepankan pernyataan publik yang mendukung perdamaian dan rekonsiliasi. Dalam konteks ini, media juga memiliki peran yang sangat penting.
Menurutnya, media harus menghindari memperpanjang narasi konflik dan sebaliknya, harus aktif menyuarakan pesan-pesan perdamaian, kebersamaan, serta membimbing masyarakat untuk memahami arti penting persatuan dan kesatuan. Dalam hal ini, media bukan hanya sebagai saluran informasi, tetapi juga sebagai pilar dalam meredam ketegangan politik yang mungkin muncul.
Sikap empati juga menjadi kunci dalam komunikasi yang efektif di masa pasca-Pilkada. Pemimpin terpilih perlu menunjukkan empati terhadap semua kelompok masyarakat, termasuk mereka yang tidak memilihnya.
Sikap empati ini akan membantu menciptakan suasana yang kondusif dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan baru. Pemimpin yang mampu memahami perasaan dan kebutuhan berbagai kalangan akan menciptakan kebersamaan yang lebih kuat dan mempercepat proses pembangunan.
Selain itu, menjaga etika komunikasi juga sangat penting dalam meredakan ketegangan. Setiap individu, terutama tokoh masyarakat, perlu menjaga tutur kata yang sopan dan menghindari penyebaran informasi yang bisa memicu konflik lebih lanjut. Hoaks dan fitnah yang sering beredar di media sosial hanya akan memperburuk situasi.
Oleh karena itu, penting bagi kandidat yang kalah untuk menunjukkan kedewasaan politik dan tidak memicu kontroversi yang dapat merusak kestabilan sosial. Sementara itu, kandidat yang menang juga perlu menghindari sikap yang terkesan arogan atau merendahkan lawan politik mereka.
Sementara itu, Kapolres Mura, AKBP Andi Supriadi, menegaskan Pilkada bukan hanya kompetisi politik, melainkan juga ujian solidaritas masyarakat. Pasca-Pilkada, rekonsiliasi menjadi langkah strategis yang harus ditempuh untuk memulihkan hubungan yang sempat terfragmentasi selama proses Pilkada.
Andi mengingatkan, meskipun aparat keamanan sudah bekerja keras untuk memastikan jalannya Pilkada berjalan lancar, rekonsiliasi tetap menjadi tanggung jawab bersama. Masyarakat, perlu kembali memperkuat persatuan demi terciptanya situasi yang stabil.
Selain peran pemerintah dan aparat keamanan, masyarakat juga harus terlibat aktif dalam menjaga harmoni sosial. Ketua BEM Unindra PGRI Jakarta, Abdul Wahid Khaliki, menyebutkan bahwa ketegangan akibat perbedaan pilihan politik dalam Pilkada seharusnya mereda setelah proses pemilihan selesai.
Wahid menekankan bahwa Pilkada adalah ajang demokrasi yang tidak seharusnya menjadi alasan untuk perpecahan atau disintegrasi. Semua pihak diharapkan untuk mengutamakan kesatuan dan kerukunan, bukan mengedepankan perbedaan yang hanya akan merugikan bersama.
Di sisi lain, penting untuk memanfaatkan media sosial secara bijak untuk memperkuat pesan perdamaian dan persatuan. Setelah Pilkada, media sosial sering menjadi tempat di mana konflik-politik terus berlanjut.
Media sosial dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan pesan positif yang meredakan ketegangan. Kampanye digital dan edukasi tentang pentingnya berpikir kritis terhadap konten yang beredar di media sosial menjadi strategi yang bisa diambil untuk mencegah penyebaran informasi yang merusak keharmonisan sosial.
Dialog yang terbuka dan menyeluruh juga merupakan salah satu solusi untuk mengatasi konflik yang muncul setelah Pilkada. Salah satu langkah penting dalam rekonsiliasi adalah dialog yang memungkinkan semua pihak untuk saling mendengarkan dan mencari solusi bersama.
Pemimpin terpilih harus siap untuk menjadi mediator dan membangun ruang komunikasi yang aman dan konstruktif. Dialog yang dilandasi empati dan kesediaan untuk bekerja sama akan menjadi jembatan yang menghubungkan perbedaan dan memperkokoh persatuan di masyarakat.
Dengan mengutamakan rekonsiliasi politik, empati, etika komunikasi, dan dialog terbuka, masyarakat pasca-Pilkada dapat bersatu untuk mencapai tujuan bersama, yaitu pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan bersama. Mengedepankan kesatuan di atas perbedaan politik akan membantu memperkuat demokrasi dan mempercepat kemajuan daerah.
Dengan demikian, rekonsiliasi pasca-Pilkada bukan hanya tentang menyelesaikan perbedaan, tetapi juga tentang membangun kembali jembatan kepercayaan dan solidaritas yang lebih kuat di antara masyarakat.
Semua pihak, baik pemimpin, media, maupun masyarakat, memiliki peran besar dalam menciptakan atmosfer yang damai dan kondusif untuk kemajuan bersama. Keberhasilan rekonsiliasi ini akan menjadi pondasi yang kokoh untuk menghadapi tantangan pembangunan di masa depan, serta memperkokoh fondasi demokrasi yang sehat di Indonesia.
)* Kontributor Jendela Baca Institute