MATA INDONESIA, JAKARTA – Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ182 di awal tahun di masa Pandemik Covid 19 ini mengagetkan kita semua.
Berbagai tudingan dan spekulasi penyebab kecelakaan ini muncul di berbagai sosial media. Mulai dari mesin pesawat yang kurang diurus hingga cuaca yang ekstrem.
Lalu bagaimana sebenarnya kondisi maskapai penerbangan yang sahamnya sekarang dimiliki Garuda Indonesia itu?
Melihat ke belakang, pesawat Sriwijaya Air ini pertama kali mengudara di langit Indonesia pada 10 November tahun 2003, bertepatan dengan Hari Pahlawan.
Maskapai swasta ini didirikan oleh pengusaha Chandra Lie, Hendry Lie, Johannes Bunjamin, serta beberapa rekan mereka lainnya.
Awalnya, maskapai yang dinamai serupa Kerajaan Sriwijaya di Palembang ini, terbang dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang, Jakarta-Jambi, dan Jakarta-Pontianak.
Mulai dari satu pesawat yaitu satu armada jenis Boeing 737-200, lama kelamaan, pesawat yang dimiliki pun bertambah jadi 15 dengan tipe Boeing.
Prospek bisnis maskapai ini diawali dengan berbagai penghargaan. Hanya dalam waktu singkat yaitu 4 tahun mengudara, maskapai ini diganjar penghargaan keselamatan penerbangan dari Boeing tahun 2007, yaitu Boeing International Award for Safety and Maintenance of Aircraft.
Bisnis maskapai ini semakin maju. Di tahun 2013, Sriwijaya Air mendirikan maskapai pengumpan yang diberi nama NAM Air. Sederet lainnya perusahaan yang juga tercatat sebagai anak usaha perseroan, sekolah penerbangan di Pangkal Pinang, National Aviation Management serta sekolah awak kabin bernama National Aircrew Management.
Dua tahun kemudian, maskapai mengantongi sertifikasi keselamatan penerbangan dari Flight Safety Foundation yang berbasis di Amerika Serikat.
Pembelian pesawat pun semakin banyak. Tercatat, Sriwijaya Air termasuk satu dari tiga maskapai yang membeli pesawat jenis Boeing 737 MAX 8. Dua maskapai lainnya yakni Garuda Indonesia dan Lion Air.
Sriwijaya diketahui memesan sebanyak 20 unit pesawat pabrikan Amerika Serikat itu. Namun maskapai belum sempat menerima pesawat dari pihak Boeing.
Pada perjalanannya, pesawat-pesawat itu tak pernah sampai ke Indonesia. Hal itu terjadi setelah insiden kecelakaan Boeing 737 MAX yang membuat Boeing dilarang untuk memproduksi jenis pesawat ini.
Sayangnya, perjalanan bisnis Sriwijaya yang awalnya moncer kemudian terseok-seok karena persoalan keuangan perusahaan.
Pada November 2018, Garuda Indonesia sempat meminang Sriwijaya Air dengan niat menjalin kerja sama manajemen (KSM). Sayangnya, hubungan kedua maskapai tak berjalan mulus. Mereka sempat beberapa kali putus nyambung hingga akhirnya benar-benar berpisah lagi di 2019.
Salah satu dampak dari putusnya KSM tersebut, GMF Aero Asia yang merupakan anak usaha Garuda sempat menolak memberikan layanan perawatan pesawat kepada Sriwijaya Air.
Sekarang ini, perusahaan dengan slogan Your Flying Partner ini terbang ke 53 destinasi termasuk tiga negara di tingkat regional dan daerah-daerah tujuan wisata popular lainnya di seluruh Indonesia.
Reporter: Marlisa Amelia