Oleh: Bara Winatha*)
Optimisme terhadap prospek perekonomian Indonesia menjelang tahun 2026 terus menguat seiring berbagai indikator ekonomi yang menunjukkan tren positif. Di tengah ketidakpastian global akibat ketegangan geopolitik, perang dagang, serta fluktuasi kebijakan moneter negara maju, ekonomi nasional dinilai memiliki fondasi yang relatif kokoh. Sejumlah program prioritas pemerintah, dikombinasikan dengan kebijakan fiskal dan moneter yang terjaga kehati-hatiannya, menjadi faktor utama yang menopang ketahanan sekaligus mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Dari perspektif sektor keuangan syariah, Tim Ekonom PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) melihat adanya penguatan fundamental ekonomi merujuk pada kombinasi kebijakan fiskal dan keuangan. Chief Economist BSI Banjaran Surya Indrastomo mengatakan bahwa kebijakan tersebut mencerminkan pendekatan yang relatif ekspansif namun tetap prudent, terutama dalam menjaga stabilitas fiskal dan sistem keuangan. Penempatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah dalam jumlah besar di perbankan nasional, termasuk BSI, dinilaiberhasil memperkuat likuiditas perbankan dan menurunkan biaya dana, sehingga membuka ruang bagi pertumbuhan pembiayaan yang lebih agresif ke sektor riil.
Menurut Banjaran, peningkatan likuiditas perbankan diharapkan mendorong penyaluran pembiayaan kembali ke kisaran dua digit, yang pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan aktivitas ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pemulihan kelas menengah. Keterlibatan sektor swasta secara aktif menjadi kunci agar stimulus kebijakan dapat menjalar secara efektif ke seluruh lapisan perekonomian. Dengan kondisi tersebut, BSI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 dibangun di atas delapan pilar utama, mulai dari normalisasi perdagangan global, realokasi aset ke emerging markets, hingga keberlanjutan program prioritas pemerintah.
Selain kebijakan fiskal dan moneter, agenda hilirisasi tetap menjadi salah satu mesin utama pertumbuhan jangka menengah. Dari sisi produksi, sektor industri pengolahan diperkirakan mengalami percepatan, sejalan dengan penguatan rantai nilai domestik dan peningkatan investasi bernilai tambah. Proyeksi sektoral BSI menunjukkan bahwa industri pengolahan, perdagangan, akomodasi dan makan minum, transportasi, serta jasa informasi dan komunikasi akan tumbuh di atas rata-rata Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2026. Data realisasi investasi triwulan III 2025 yang tumbuh dua digit juga memperkuat keyakinan bahwa iklim investasi nasional masih cukup atraktif.
Di sisi konsumsi, peran ekonomi syariah dan industri halal menjadi bantalan penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Konsumsi produk halal domestik diperkirakan mencapai ratusan miliar dolar AS pada 2026 dan menyumbang porsi signifikan terhadap konsumsi rumah tangga nasional. Tren konsumsi masyarakat Muslim di Indonesia, yang tumbuh namun semakin selektif, dinilai menciptakan peluang besar bagi sektor makanan-minuman halal, kosmetik halal, kesehatan, pendidikan, hingga perjalanan ibadah. Pola konsumsi ini dipandang tidak hanya menopang pertumbuhan, tetapi juga mendorong ekonomi yang lebih inklusif.
Optimisme terhadap prospek ekonomi 2026 juga datang dari kalangan akademisi. Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 berpotensi lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Ia menilai sentimen positif pelaku pasar menjadi indikator penting yang mencerminkan kepercayaan terhadap fundamental ekonomi nasional. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus mencetak rekor tertinggi sepanjang masa menunjukkan bahwa investor melihat prospek ekonomi Indonesia tetap menjanjikan, meskipun tekanan global masih membayangi.
Fithra menjelaskan bahwa penguatan IHSG yang terjadi di tengah pelemahan bursa regional mencerminkan resiliensi pasar domestik. Faktor-faktor seperti inflasi yang terjaga di bawah 3 persen, stabilitas nilai tukar, serta peluang penurunan suku bunga global memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menjaga kebijakan moneter yang akomodatif. Kondisi ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi dunia usaha untuk berekspansi, sekaligus menjaga daya beli masyarakat. Peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen ini menandakan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ke depan. Dalam pandangan Fithra, kebijakan pemerintah saat ini dinilai sudah berada di jalur yang tepat.
Sementara itu, Ekonom sekaligus Policy and Program Director Lembaga Riset Prasasti, Piter Abdullah mengatakan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global ditopang oleh konsumsi domestik yang stabil serta berbagai program prioritas pemerintah. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih dinilai memberikan dampak langsung terhadap perputaran ekonomi masyarakat, terutama di tingkat akar rumput. Dengan dukungan program-program tersebut, Piter menilai pertumbuhan ekonomi nasional berpotensi mencapai 6 persen pada 2026, bahkan lebih tinggi jika seluruh kebijakan dijalankan secara optimal.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa kontribusi program MBG mulai tercermin dalam pertumbuhan ekonomi triwulan III-2025. Pertumbuhan sektor pertanian, industri makanan dan minuman, serta konsumsi rumah tangga menunjukkan adanya dorongan signifikan dari implementasi program tersebut. Hal ini sebagai bukti bahwa strategi pertumbuhan dari bawah yang dijalankan pemerintah mampu menciptakan dampak nyata bagi perekonomian nasional.
Selain itu, indikator makroekonomi lainnya juga memperkuat optimisme menuju 2026. Survei Konsumen Bank Indonesia pada November 2025 menunjukkan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen ke level optimis, mencerminkan persepsi positif masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi ke depan. Rekor-rekor baru IHSG yang tercipta sepanjang akhir 2025 juga menjadi simbol meningkatnya kepercayaan investor terhadap stabilitas dan prospek ekonomi Indonesia.
*)Penulis merupakan pengamat sosial dan kemasyarakatan
