Jelang Kampanye Terbuka, Ma’ruf Fokus Safari Politik di DKI Jakarta-Banten

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA-Jelang kampanye terbuka yang dimulai Minggu 24 Maret 2019 hingga April mendatang, Calon wakil presiden nomor urut 01, Ma’ruf Amin fokus melakukan penguatan pada teknis kampanye di DKI Jakarta dan Banten.

“Kami terus fokus melakukan safari politik mulai menggelar pertemuan pondok pesantren, FBR dan dengan komunitas NU,” ujar Ma’ruf di kediamannya, Jl Situbondo No 12, Menteng Jakarta Pusat, Sabtu 23 Maret 2019.

Ma’ruf dijadwalkan akan menghadiri apel barisan pengawal ulama di lapangan PIK Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur. Selanjutnya, ia akan menghadiri acara PWNU Banten.

Sedangkan pada Minggu 24 Maret 2019, mantan Rais Aam PBNU itu akan menghadiri haul ibunda di Serang, Banten. Ma’ruf mengaku jadwal kampanye di Serang berbarengan dengan kampanye calon presiden petahana, Joko Widodo. Namun, menurutnya, itu bukanlah sebuah masalah.

“Besok, ada acara di tempat saya, yang sudah lama dirancang, haul ibu saya sekitar 20-25 ribu orang, pengajian. Walaupun besok itu saya tidak tahu kalau TKN ada kampanye Pak Jokowi di Serang juga. Tidak masalah, untuk lokasinya berbeda,” katanya.

Ketua MUI nonaktif itu juga membocorkan teknis kampanye terbuka yang akan dimulai besok. Menurut dia, kampanye lebih difokuskan pada sosialisasi pencoblosan.

“Kami lebih arahkan kepada teknis kampanye. Artinya, teknis pencoblosan. Arahnya itu, kenapa harus mencoblos, bagaimana caranya mencoblos, bagaimana menangkal hoaks, pada sasaran lebih fokus dan lebih tajam,” katanya.

Ma’ruf mengatakan kampanye yang ia lakukan lebih merupakan inti dari pesan yang ingin ia sampaikan. Salah satunya alasan memilih dia dan Jokowi.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini