Oleh: Nurul Janida )*
Situasi politik dan sosial jelang sidang sengketa Pilkada 2024 menjadi perhatian serius berbagai pihak. Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima ratusan permohonan sengketa hasil Pilkada yang mencakup pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Sidang perdana untuk perkara-perkara ini dijadwalkan dimulai awalJanuari 2025.
Ketua MK, Suhartoyo, mengatakan bahwa integritas lembaga peradilan harus dijaga dengan ketat, terutama dalam menghadapi perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Ia menekankan bahwa Mahkamah tidak akan mentoleransi upaya pihak-pihak yang mencoba mempengaruhi putusan hakim melalui cara-cara yang tidak etis, seperti suap atau iming-iming lainnya.
Suhartoyo mengimbau masyarakat dan media untuk aktif melaporkan jika menemukan indikasi adanya pelanggaran tersebut. Menurutnya, kerja sama yang erat antara jurnalis, masyarakat, dan MK sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Hal ini menjadi langkah konkret dalam mencegah citra negatif yang tidak berdasar mengenai independensi hakim.
Hingga kini, Mahkamah telah menerima 240 permohonan sengketa Pilkada 2024. Dari jumlah tersebut, dua kasus melibatkan pemilihan gubernur, sementara 194 kasus terkait pemilihan bupati, dan 44 kasus lainnya berhubungan dengan pemilihan wali kota. Proses pendaftaran kasus masih berlangsung, mengingat batas waktu pengajuan sengketa berbeda di tiap daerah, sesuai dengan jadwal penetapan hasil oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Suhartoyo mengungkapkan bahwa sidang perdana untuk sengketa Pilkada 2024 kemungkinan besar akan dimulai pada awal Januari 2025. Proses persidangan nantinya akan dibagi menjadi panel-panel yang terdiri atas tiga hakim konstitusi. Pendekatan ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap kasus ditangani secaramendalam dan profesional.
Sementara itu, berbagai pihak di daerah juga mengambil langkah antisipatif guna menjaga stabilitas sosial. Salah satu inisiatif tersebut adalah dialog publik bertema “Integrasi Anak Bangsa Pasca Pilkada 2024 Guna Menciptakan Provinsi Jawa Barat Aman Sentosa” yang diselenggarakan oleh Polda Jawa Barat. Dialog ini bertujuan untuk mengidentifikasi strategi-strategi konkret dalam menciptakan keharmonisanpasca Pilkada.
Kadiv Humas Polri, Brigjen Pol. Erlangga, mengatakan bahwa Pilkada merupakan momen penting dalam demokrasi yang sering kali membawa tantangan berupa polarisasi sosial. Menurutnya, upaya integrasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk tokoh agama, akademisi, dan masyarakat, menjadi kunci dalammenciptakan stabilitas sosial.
Pada kesempatan yang sama, ditekankan pentingnya rekonsiliasi nasional setelah Pilkada. Rekonsiliasi dianggap sebagai langkah awal untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi. Nilai-nilai kebangsaan, seperti gotong royong dan persatuan, harus menjadi landasan utama dalam setiap upaya untuk meredakan ketegangan politik.
Akademisi, Prof. Dr. Uman Suherman, mengatakan bahwa Demokrasi Pancasila merupakan fondasi yang kokoh untuk mengelola keberagaman di Indonesia. Ia menegaskan bahwa keberagaman yang ada di masyarakat, baik dalam hal agama, budaya, maupun status sosial, merupakan kekuatan yang perlu dirayakan dandikelola dengan bijak.
Lebih lanjut, Prof. Uman menjelaskan bahwa keberagaman seharusnya menjadi pemersatu, bukan pemecah belah. Dengan prinsip Demokrasi Pancasila, masyarakat dapat menyelesaikan perbedaan secara damai dan produktif. Ia juga mengingatkan bahwa pendidikan dan dialog lintas budaya adalah alat yang efektif untuk membangun pemahaman dan toleransi antarwarga.
Selain itu, peran tokoh masyarakat dan pemimpin daerah dinilai sangat penting dalam menciptakan suasana kondusif. Mereka diharapkan menjadi teladan dalam menjaga sikap netral dan mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan golongan. Upaya ini dapat mendorong masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh isu-isu yang tidak bertanggung jawab.
Polda Jawa Barat juga menegaskan bahwa aparat keamanan akan bertindak tegas terhadap segala bentuk provokasi yang dapat memicu konflik. Dalam pernyataannya, Brigjen Pol. Erlangga menyebut bahwa Polri telah mempersiapkan langkah-langkah strategis untuk mengamankan proses Pilkada hingga tahap penyelesaian sengketa di Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, pemanfaatan teknologi informasi juga diusulkan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan transparansi dalam proses Pilkada. Dengan dukungan teknologi, masyarakat dapat memantau secara langsung perkembangan kasus yang sedang berjalan, sehingga kepercayaan terhadap sistem hukum dapat terjaga.
Pada sisi lain, berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) turut aktif dalam memantau jalannya Pilkada. Mereka berkomitmen untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kerukunan selama proses hukum berlangsung. Edukasi ini diharapkan dapat mengurangi potensi gesekan di tingkat akar rumput.
Dalam konteks ini, Ketua MK Suhartoyo kembali menegaskan bahwa Mahkamah akan menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Ia memastikan bahwa semua proses hukum akan berjalan transparan dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan. Komitmen ini diharapkan mampu meredam potensi konflik yang mungkin muncul akibat ketidakpuasan terhadap hasil Pilkada.
Kondisi ini menunjukkan bahwa kerja sama antar berbagai elemen masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjaga situasi tetap kondusif. Baik pemerintah, masyarakat, maupun media memiliki peran penting dalam menciptakan suasana yang damai dan harmonis selama proses hukum berlangsung.
Dengan langkah-langkah yang telah direncanakan, diharapkan bahwa sengketa Pilkada 2024 dapat diselesaikan secara adil dan profesional, sehingga demokrasi Indonesia semakin matang dan berkualitas. Semua pihak diimbau untuk terus mengutamakan dialog dan saling pengertian demi kepentingan bangsa dan negara.
)* Penulis adalah mahasiswa Malang tinggal di Jakarta