MATA INDONESIA, JAKARTA – Riadi, tak kuasa menahan isak tangis saat ia bebas dari kasus penganiayaan. Tersangka kasus penganiayaan ini diputuskan bebas dari penjara atas kasus yang terjadi di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Riadi melempar senyum usai melepaskan rompi merah bertulis “tahanan” di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, pada Rabu 27 April 2022.
Sejak Februari 2022, Riadi harus masuk penjara karena melakukan penganiayaan terhadap teman dekat. Persoalannya sebenarnya sepele, hanya salah paham.
Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif perkara (restorative justice) tindak pidana.
Keputusan ini membuat Riadi dan keluarganya bahagia. Seusai mencium tangan dan memeluk ayah korban sebagai tanda permintaan maaf, Riadi menyebut kasus ini akan menjadi pelajaran berharga dirinya. Ia harus menjaga sikap dan menahan emosi.
”Ke depan bisa instrospeksi diri untuk lebih menjaga sikap,” kata Riadi.
Kebahagiaan Riadi sangat terasa apalagi ia bebas menjelang hari raya Idul fitri. Riadi mengaku dengan kebebasan ini, ia bisa merayakan lebaran bersama orangtua dan keluarga di rumah. Sebelumnya sebelum ada keputusan ini, Riadi sempat stress karena ingin berlebaran bersama keluarga.
”Seneng dan bahagia sekali bisa kembali bersama keluarga. Bisa Lebaran bersama keluarga,” kata Riadi.
Soal kasus penganiayaan yang membuatnya mendekam di penjara, Riadi akan mengubur dalam-dalam. Dia akan menjadikan kasus itu sebagai pengalaman.
“Kronologi kasus ini salah paham sehingga terjadi keributan di rumah, Februari 2022. Saya sangat terbantu dengan adanya restorative justice ini. Supaya orang ingin berubah lebih baik lagi,” kata Riadi.
Kepala Kejari Jaksel Nurcahyo menjelaskan, penghentian penuntutan kasus penganiayaan tersebut berdasarkan sejumlah persyaratan.
Syarat pertama yakni adanya penerimaan permohonan maaf dari keluarga korban terkait penganiayaan tersangka.
Menurut Nurcahyo, penerimaan maaf keluarga korban tanpa syarat sehingga perdamaian dapat berjalan.
“Kemudian tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Ancaman pidananya tidak melebihi 5 tahun. Pasal 351 Ayat 1 ini ancaman pidananya 2 tahun 8 bulan,” ucap Nurcahyo.