Arti Lain Kata “Sembuh” untuk Penderita Kanker

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel abnormal yang tak terkendali dalam tubuh. Sel abnormal yang berkembang ini dapat membelah dan meghancurkan jaringan sehat di tubuh penderitanya.

Dilansir dari WebMD, tidak seperti penyakit lain, kata “sembuh” dalam kanker memiliki arti yang berbeda. Hingga kini, belum ada obat yang bisa menyembuhkan kanker. Tapi, beberapa pengobatan mungkin dapat menyembuhkan beberapa penderita dari jenis kanker tertentu.

Saat ini terdapat lebih dari 200 jenis kanker, termasuk kanker kandung kemih, otak, payudara, mata, paru-paru, kulit, mata, usus besar, hati, dan ginjal. Beberapa jenis kanker ada yang tumbuh lebih lambat, sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat.

Setiap jenis kanker pun memiliki tingkatan dan gejalanya tersendiri. Oleh karena itu, tidak ada obat yang cocok untuk semua penderita.

Berabad-abad lamanya, para dokter menggunakan kata “sembuh” untuk menggambarkan kondisi medis yang benar-benar hilang yang tidak akan pernah kembali lagi. Contohnya, ketika seseorang mengidap radang usus buntu dan dokter telah mengangkat penyakitnya tersebut. Maka, ia dikatakan telah sembuh.

Dalam bahasa kanker, “sembuh” memiliki arti lain. Dokter akan memberikan perspektif terbaiknya kepada pasien berdasarkan data statistik yang ada, mengenai apakah kanker yang dideritanya memiliki potensi untuk kembali atau tidak. Namun, tidak ada dokter yang menjamin kesembuhan pasien penderita kanker.

Ada dua alasan untuk hal tersebut. Pertama, para dokter belum mengetahui segalanya tentang penyakit tersebut. Sebab, beberapa sel kanker mungkin akan menetap di suatu bagian tubuh pasien.

Kemudian, sel itu akan membelah dan menjadi tumor baru. Sehingga, dokter akan menghindari mengatakan “sembuh” kepada pasiennya.

Alih-alih berbicara tentang “penyembuhan”, mayoritas tenaga medis akan mengguakan kata “pengobatan”. Jika pasien menjalani pengobatan dan kanker yang ia derita tidak kambuh lagi, maka ia dianggap sudah sembuh.

Meski begitu, banyak panderita kanker yang mampu menjalani sisa hidup mereka dan meninggal karena sebab lain. Banyak penderita lainnya dirawat karena kanker dan masih meninggal karenanya, meski pengobatan mungkin telah memberi mereka lebih banyak waktu, bahkan bertahun-tahun atau puluhan tahun.

Meski tidak ada obatnya, sudah banyak kemajuan dalam dunia kanker. Saat ini, para dokter sudah lebih memahami cara mendeteksi kanker pada tahap awal. Mereka pun memiliki lebih banyak perawatan untuk dicoba.

Semakin banyak peneliti yang mempelajari kanker, semakin mereka memahami betapa berbedanya satu jenis kanker dengan jenis yang lainnya. Misalnya, para ilmuwan telah mengetahui jika kanker payura dikelompokan menjadi empat kelompok dan masing-masing memiliki perlakuan khusus.

Tak hanya itu saja, para peneliti pun mencari hal-hal apa saja yang menyebabkan jenis kanker tertentu tumbuh. Sehingga, mereka dapat mengembankan pengobatan untuk menghentikan kanker tersebut.

Reporter: Diani Ratna Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kebijakan Penyesuaian PPN 1% Sudah Berdasarkan UU dan Kesepakatan Stakeholder

Oleh: Adnan Ramdani )* Kebijakan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% merupakanlangkah besar yang diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara danmenciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien serta berkeadilan. Kebijakan initelah disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk peraturanperundang-undangan yang berlaku dan kesepakatan antara berbagai pihak terkait, sehingga tidak hanya berlandaskan pada keputusan sepihak, tetapi denganpartisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan.  Pengenaan penyesuaian PPN sebesar 1% ini merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkansebagai langkah reformasi pajak di Indonesia. UU ini bertujuan untuk memperbaikisistem perpajakan yang sudah ada agar lebih modern, adil, dan efisien. Dalamproses perumusan kebijakan ini, pemerintah telah melibatkan berbagai stakeholder seperti pengusaha, asosiasi, dan masyarakat untuk memperoleh pandangan yang beragam dan mengakomodasi kepentingan berbagai pihak. Ini menunjukkan bahwakebijakan tersebut bukan hanya kebijakan yang bersifat top-down, tetapi lebihkepada hasil kesepakatan bersama yang diharapkan mampu membawa dampakpositif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Menyoal PPN yang mengalami kenaikan sampai 12%,  Menteri Koordinator BidangPerekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan bahwa PPN tersebut merupakanAmanah dari Undang-Undang Nomor 7 pada tahun 2021 soal HarmonisasiPeraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwatarif PPN sebesar 12 persen berlaku paling lamban pada 1 Januari 2025. Selain itu, Airlangga juga menyatakan bahwa untuk mengantisipasi kenaikan tarif PPN, pemerintah telah mengeluarkan sederet paket insentif untuk tahun depan. Hal inidiperuntukan agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Tarif PPN tersebutdipertahankan dengan kebijakan insentif PPN DTP, di mana pemerintahmenanggung 1 persen dari tarif PPN ketiga barang pokok penting yang seharusnyanaik menjadi 12 persen. Dengan adanya penyesuaian tarif PPN ini, banyak pihak yang melihatnya sebagailangkah yang tepat untuk memperkuat sistem perpajakan Indonesia. Sebelumnya, banyak pihak yang menganggap bahwa struktur pajak yang ada belum sepenuhnyamampu menjawab tantangan ekonomi yang semakin kompleks. Kebijakan PPN yang baru ini, meskipun ada penyesuaian tarif, tetap memberikan insentif bagisektor-sektor tertentu yang dianggap penting untuk pertumbuhan ekonomi, sepertisektor UMKM dan sektor ekspor. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan transparansi dankepatuhan wajib pajak. Dengan adanya sistem yang lebih sederhana dan lebihterintegrasi, pengawasan terhadap penerimaan pajak diharapkan bisa lebih efektif. Hal ini juga sejalan dengan tujuan utama dari Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yaitu untuk menciptakan sistem pajak yang lebih mudah dipahami oleh masyarakatdan pelaku usaha, sehingga meminimalisir praktik-praktik penghindaran pajak yang selama ini masih menjadi masalah di berbagai sektor. Pemerintah pun telahberupaya memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat dan pelakuusaha terkait perubahan ini, agar transisi berjalan lancar dan tidak menimbulkankesalahpahaman. Kebijakan penyesuaian PPN 1% juga telah mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang beragam. Dalam hal ini, pemerintah memastikan bahwakebijakan ini tidak akan memberatkan masyarakat, terutama kelompokberpendapatan rendah. Salah satu contoh nyata dari kebijakan ini adalahpembebasan PPN untuk barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti makanan danobat-obatan, yang tetap mempertahankan prinsip keadilan sosial. Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Pemerintahakan menanggung kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen untuktiga komoditas saat PPN 12 persen diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Ketigakomoditas itu yakni tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atauMinyaKita. Ketiga komoditas itu dinilai sangat diperlukan oleh masyarakat umum, sehingga Pemerintah memutuskan untuk menerapkan PPN ditanggung pemerintah(DTP) atas kenaikan tarif PPN...
- Advertisement -

Baca berita yang ini