Sederet Mitos tentang Tsunami yang Banyak Dipercaya Orang

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Tsunami seringkali dikaitkan dengan benca alam yang tandanya bahwa bumi ini sudah semakin tua dan sudah memasuki fase akhir zaman.

Namun, tiada yang tahu kapan tsunami akan terjadi. Kalaupun diprediksi akan adanya tsunami belum tentu kebenarannya benar terjadi. Tsunami mutlak atas segala kekuasaan sang pemilik alam.

Sejarah mencatat bahwa setiap terjadi tsunami banyak korban berjatuhan dan ada juga yang diberi mukjizat keselamatan. Fenomena tsunami tidak hanya terjadi di Indonesia saja namun terjadi di Thailand, Sri Lanka bahkan Jepang, dan belahan dunia lainnya

Di Jepang budaya pengetahuan tsunami juga sangat dikenal oleh masyarakatnya. Mereka yang selamat artinya memiliki pengetahuan tentang tsunami begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan catatan, sepanjang sejarah periode tahun 1600 sampai Mei 2012 sekitar 110 kasus bencana tsunami di Indonesia. Dari jumlah itu, sekitar 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik di laut, 9 persen akibat letusan gunung berapi di laut dan hanya 1 persen dipicu oleh tanah longsor di laut.

Banyak fakta–fakta yang didapat dari kejadian tsunami. Namun, ternyata ada juga hal terkait mitos tentang tsunami.

Mitos pertama adalah tsunami terjadi akibat gempa yang kuat. Misalnya pada tsunami Mentawai di Indonesia, masyarakat terlanjur memiliki mitos yang keliru. Mereka beranggapan, tsunami selalu didahului oleh getaran gempa bumi yang sangat kuat.

Pengetahun ini didapat setelah terjadinya gempa di Bengkulu pada tahun 2007. Gempa tersebut terasa kuat hingga ke Mentawai. Banyak rumah yang rusak namun tsunami tidak sama sekali terjadi. Artinya gempa hanya akan berpotensi tsunami tergantung dengan kondisi alam saja.

Karena kejadian itu melekatlah dibenak masyarakat Mentawai ketika 25 Oktober 2010 saat mentawai diguncang gempa dan getarannya lemah. Masyarakatnya merasa aman–aman saja dan tidak melakukan evakuasi. Mereka beranggapan bahwa gempa yang kuat tidak menimbulkan tsunami.

Namun setelah kejadian itu, mereka dibuat keliru oleh mitos. Sekitar 14 menit setelah gempa di Mentawai, tsunami menyapu masyarakat Mentawai yang tidak sigap saat telah diberitahukan waspada gempa.

Tercatat dalam data 450 orang tewas akibat tsunami. Fakta menyebutkan hampir 10 persen tsunami yang terjadi di dunia akibat gempa bumi di laut yang getaran gempanya dirasakan lemah.

Tiada yang tahu bagaimana bencana alam ini terjadi begitu saja. Disebut–sebut mitos lain tentang tsunami dikaitkan dengan Nyi Roro Kidul . Anda pasti sudah tahu jika berkaitan dengan Ratu Pantai Selatan, pastilah berbau mistis bukan?

Mitos ini adalah metafora bahwa pernah terjadi gelombang besar di pantai Selatan Jawa. Mitos tersebut merupakan sebuah kebutuhan politik di awal pembentukaan Kerajaan Mataram.

Mitos tersebut diawalai dari keinginan Penmbahan Senopati untuk menjadi seorang raja di kerajaan Mataram, namun kendati bukan keturunan Raja. Menurut Babad Jawa, Raja Pajang, Hadiwijaya berencana untuk menyerang Panembahan.

Akan tetapi serangan ini terhalan oleh aliran lahar Gunung Merapi kemudian Hadiwijaya membatalkan rencana serangan tersebut.

Dari cerita tersebut Nyi Roro Kidul meminta agar Panembahan Senopati menghentikan semedi karena gelombang laut mengganggu rakyatnya. Penambahan pun mengehentikan semedi dan Nyi Roro Kidul berjanji kepada Panembahan untuk mendirikan kerajaan Mataram Islam.

Kemudian disebutkan bahwa catatan Babad Jawa ini membuat seseorang berasumsi bahwa fenomenda alam tersebut pernah menyerang kerajaan Mataram. Serangan Hadiwijaya diceritakan terjadi pada 1584 kemudian ditemukan adanya disertasi seorang alhi geologi Hindia Belanda yaitu Alfred Wichman.

Disertasi Wichman ini menyebutkan bahwa ada dua gempa besar yang mengguncang seluruh Selatan Jawa pada 158 hingga 1586. Kemudian masyarakat sekitar menjelaskan selama ini keberadaan mitos tsunami ini berkaitan dengan Nyi Roro Kidul sudah menyebar kuat dikalangannya. Hanya saja masyarakt kurang memahami pesan yang tersirat didalamnya.

Nah, begitulah mitos terkait tsunami di Indonesia. Mitos–mitos ini dipercaya oleh masyarakat sekidar yang mengalami kejadian tersebut. Sehingga seringkali tsunami dianggap hal yang tidak cukup aneh lagi.

Reporter: Reygitha

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Hilirisasi Buka Lapangan Pekerjaan dan Arah Ekonomi

Oleh: Winna Nartya *) Dalam perdebatan publik, hilirisasi kerap direduksi menjadi larangan ekspor bahan mentahatau pembangunan smelter. Padahal, substansi kebijakan ini jauh melampaui industri berat. Staf Khusus Menteri Investasi dan Hilirisasi, Sona Maesana, menekankan bahwa hilirisasiadalah soal penciptaan nilai tambah yang berkelanjutan, kemandirian ekonomi, danpembukaan lapangan kerja, serta penentuan arah masa depan bangsa. Ia melihat, daripengalamannya di dunia usaha dan kini di ranah kebijakan, bahwa hilirisasi hanya akanbertahan bila ekosistem investasinya sehat dan ada keberpihakan pada pelaku lokal. Karenaitu, ia menilai sekadar mendirikan pabrik tidak cukup; pertanyaan kuncinya adalah siapa yang menikmati nilai tambahnya dan bagaimana rantai pasoknya melibatkan anak bangsa secaraaktif. Dalam pandangannya, hilirisasi mesti membuka pekerjaan lokal, mengikutsertakan UKM, dan menaikkan kelas pengusaha Indonesia melalui kemitraan yang nyata. Di ranah kebijakan, Sona Maesana menjelaskan pemerintah mendorong integrasi antarapelaku lokal dan asing, memberi insentif bagi investor yang membina industri lokal, sertamenata regulasi yang transparan agar tumpang tindih perizinan berkurang. Ia juga menilaikecepatan dan kepastian perizinan lebih penting daripada angka komitmen investasi di ataskertas, karena tanpa eksekusi yang jelas, angka hanyalah janji. Sebagai jembatan antarabahasa investor dan bahasa pemerintah, ia mendorong cara pandang baru: bukan sekadar“menjual proyek”, melainkan menumbuhkan kepercayaan jangka panjang. Ia pun mengingatkan bahwa hilirisasi tidak berhenti pada mineral dan logam; sektor digital, pertanian, farmasi, hingga ekonomi kreatif perlu masuk orbit hilirisasi melalui keterhubunganstartup kesehatan dengan BUMN farmasi, petani dengan pembeli industri lewat platform lokal, serta skema yang mengkomersialisasikan inovasi kampus.  Di tingkat kelembagaan, peta jalan hilirisasi diperkuat oleh kolaborasi antarpemerintah, industri, dan kampus. Himpunan Kawasan Industri (HKI) menandatangani nota kesepahamandengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, yang disaksikan Presiden Prabowo Subianto. Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan perwujudan AstaCita untuk mendorong kemandirian ekonomi, memperkuat keberlanjutan, dan mempercepatinovasi teknologi sebagai pilar pertumbuhan. Ia menegaskan peran HKI sebagai penghubungsektor industri, pendidikan, dan pemerintah untuk melahirkan daya saing berbasispengetahuan dan inovasi. Ruang lingkupnya meliputi penyelarasan kurikulum dengankebutuhan industri, kolaborasi riset untuk mempercepat hilirisasi dan menarik investasi, sertapeningkatan daya saing melalui pembentukan SDM industri yang unggul. Contoh konkret hilirisasi yang langsung menyentuh pasar tenaga kerja tampak di Aceh. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah, menyerukan penghentianekspor karet mentah karena pabrik pengolahan di Aceh Barat, yaitu PT Potensi Bumi Sakti, siap beroperasi menampung seluruh produksi lokal. Ia menilai pengolahan di dalam daerahpenting untuk mendorong hilirisasi, membuka lapangan kerja, dan menaikkan kesejahteraan. Pabrik yang berdiri di lahan 25 hektare itu memiliki kemampuan mengolah 2.500 ton karetkering per bulan, dan pemerintah daerah menilai stabilitas serta keamanan investasi harusdijaga agar manfaatnya langsung dirasakan rakyat Aceh. Di klaster pangan–petrokimia, hilirisasi juga dikuatkan melalui kemitraan strategis. DirekturUtama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi, menjelaskan bahwa perusahaanmemperluas kerja sama dengan Petronas Chemicals Group Berhad untuk memperkuatketahanan pangan regional sekaligus mendorong hilirisasi pupuk dan petrokimia di Indonesia. Kolaborasi ini mencakup penjajakan sinergi pasokan urea dan amonia, transfer pengetahuan teknis dan operasional, serta penguatan tata kelola Kesehatan, Keselamatan, danLingkungan (Health, Safety, and Environment/HSE).  Jika ditautkan, tiga simpul di atas, yakni kebijakan investasi yang berpihak pada pelaku lokal, penguatan link–match kampus–industri, dan proyek pengolahan komoditas serta petrokimia, menggambarkan logika hilirisasi yang lengkap. Lapangan kerja tidak hanya muncul di pabrikutama, melainkan juga pada efek pengganda: logistik bahan baku, jasa pemeliharaan mesin, kemasan, transportasi, layanan digital rantai pasok, hingga jasa keuangan dan asuransi. Dengan kurikulum yang diselaraskan, talenta lokal tidak sekadar menjadi tenaga operasional, melainkan juga teknisi, analis proses, dan manajer rantai pasok....
- Advertisement -

Baca berita yang ini