Mau Buat dan Perpanjang Paspor di Masa New Normal, Begini Caranya

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Sejak Senin 15 Juni 2020, kantor imigrasi di seluruh dunia sudah beroperasi kembali. Nah, apakah ada yang berbeda saat membuat dan memperpanjang paspor baru di masa new normal.

Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Arvin Gumilang mengatakan seluruh kantor imigrasi sudah bisa melayani pemohon paspor baru, penggantian paspor karena habis masa berlaku, paspor karena rusak, paspor karena hilang, dan penggantian paspor perubahan data.

Bagi para pemohon paspor baru dan penggantian paspor yang habis masa berlaku wajib mendaftar melalui Aplikasi Pendaftaran Antrean Paspor Online (apapo) yang terdapat di Playstore atau Appstore, dan telah dibuka pada 12 juni 2020.

“Untuk pemohon paspor hilang dan rusak bisa datang langsung ke kantor imigrasi dengan kuota yang telah disesuaikan. Kuota pemohon dibatasi hanya 50 persen dari kuota normal,” katanya.

Namun, lanjut Arvin, semua tergantung kondisi kantor Imigrasi. Jumlahnya bervariasi karena melihat juga kapasitas produksi kantor tersebut, seperti berapa petugas yang tersedia, besarnya ruang layanan dan ketersediaan perangkat.

“Misalnya, di kantor Imigrasi Jakarta Selatan, kuata satu hari 300 akan dikurangi menjadi maksimal 150,” kata Arvin.

Untuk biaya pembuatan paspor masih sama sebelum masa pandemi dan kenormalan baru, yaitu Rp 350 ribu untuk paspor biasa 48 halaman, sedangkan Rp 650 ribu untuk paspor biasa elektronik.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini