Catat! Pria Botak Berisiko Tinggi Terkena Gejala Virus Corona

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Kabar terbaru datang mengenai virus corona, sebuah penelitian mengungkap bahwa, pria botak mungkin berisiko lebih tinggi terkena gejala Covid-19 yang parah.

Hal itu terungkap setelah 79 Persen pria yang diteliti dalam sampelnya yang dirawat di rumah sakit dengan virus corona adalah pria botak.

Seorang peneliti di Brown University, Amerika Serikat, Carlos Wambier menghubungkan androgen atau hormon pria sebagai gerbang bagi virus corona untuk memasuki sel manusia.

“Wawasan utama adalah bahwa aktivasi androgen berlebih pada dasarnya, hormon yang mengatur apa yang kita anggap sebagai karakteristik pria. Secara intrinsik terkait dengan kerentanan pasien terhadap SARS-CoV-2,” kata Wambier dalam tanya jawab dengan futures, sebuah situs web berfokus pada berita penelitian dari universitas terkemuka, seperti dikutip dari Al Arabiya, Rabu 10 Juni 2020.

Wambier mengatakan ini karena langkah pertama masuknya virus ke dalam sel adalah ‘gigitan’ dari enzim protease yang diproduksi hanya oleh aksi hormon androgen. Infeksi oleh SARS-CoV-2 tampaknya dimediasi oleh androgen.

Wambier melakukan dua penelitian di Spanyol di mana ia menemukan sebagian besar pria botak dirawat di rumah sakit karena virus corona.

Dalam studi pertama, Wambier mengamati 41 pasien virus corona dan menemukan bahwa 71 persen dari mereka memiliki kebotakan pola pria. Dalam studi kedua, peneliti mengamati 175 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi, 122 di antaranya adalah laki-laki, di antaranya 79 persen ditemukan memiliki frekuensi Androgenetic Alopecia (AGA), bentuk umum dari kerontokan rambut.

Makalah ini bakal diterbitkan oleh Journal of American Academy of Dermatology. Wambier mengakui, kelemahan studinya adalah ukuran sampelnya yang kecil dan kurangnya kelompok kontrol membatasi studinya.

Studi sebelumnya yang meneliti virus corona Covid-19 mengkonfirmasi bahwa pria memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi daripada wanita.

Dalam kesimpulan surat studinya, Wambier menyarankan para ilmuwan menamai faktor risiko sebagai “tanda Gabrin” setelah Dr. Frank Gabrin, dokter AS pertama yang mati karena virus corona di Amerika Serikat yang juga botak.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini