MATA INDONESIA, JAKARTA – Kementerian Perindustrian terus memacu produktivitas industri manufaktur dalam negeri. Tujuannya agar mampu memenuhi permintaan domestik hingga mengisi pasar ekspor.
Adapun implementasi kebijakan strategis perlu segera diakselerasi, di antaranya adalah yang terkait dengan ketersediaan bahan baku dan pasokan energi. “Apalagi, bisa didukung dengan harga yang kompetitif, seperti gas industri,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa 4 Februari 2020.
Diakui Agus, Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar, sehingga bisa memberikan peluang bagi pengembangan bisnis sektor industri manufaktur. Terlebih ditopang dengan kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
Sementara upaya untuk memperluas pasar ekspor sektor industri, pemerintah terus mempercepat penyelesaian perjanjian kerja sama yang komprehensif dengan sejumlah negara potensial. “Kami juga mendorong agar bisa menembus ke pasar-pasar nontradisional seperti ke Asia Pasifik, Timur Tengah dan Afrika,” ujarnya.
Kemudian langkah lainnya untuk mendongkrak kapasitas dan daya saing industri, antara lain melalui peningkatan investasi, penguatan struktur manufaktur dari hulu sampai hilir. Termasuk pemanfaatan teknologi terkini, mengintegrasikan rantai pasok, dan kelancaran arus logistik.
“Selain itu, pemerintah telah siap memfasilitasi pemberian insentif fiskal dan nonfiskal,” kata dia.
Pihaknya pun optimistis, industri manufaktur di Indonesia bakal terus menunjukkan kinerja yang positif, seiring tekad pemerintah menciptakan iklim usaha yang kondusif dan penerapan program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0.
Kinerja positif misalnya, tercermin pada peningkatan produktivitas industri manufaktur baik skala besar dan sedang maupun yang mikro dan kecil sepanjang tahun 2019.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi industri manufaktur skala besar dan sedang (IBS) pada tahun 2019, mampu naik hingga 4,01 persen dibandingkan 2018. Lonjakan tersebut, terutama disebabkan oleh meningkatnya produksi industri pencetakan dan reproduksi media rekaman, sebesar 19,58 persen.
Kontribusi terbesar terhadap total produksi IBS selama 2019, disumbangkan oleh industri makanan, yang mencapai 23,57 persen. Kemudian, diikuti share kelompok industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, yang berada di angka 10,54 persen.
Selanjutnya, pertumbuhan produksi industri manufaktur skala besar dan sedang pada triwulan IV tahun 2019, juga naik mencapai 3,62 persen (y-on-y) terhadap triwulan IV tahun 2018. Lonjakan tersebut, terutama didukung oleh meningkatnya produksi industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional, sebesar 18,58 persen.
Sedangkan, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) pada tahun 2019, juga menggembirakan. Kenaikannya menyentuh angka 5,80 persen terhadap tahun sebelumnya. Kenaikan terbesar di sektor IMK terjadi pada industri komputer, barang elektronika dan optik, yakni 22,03 persen.
Berikutnya, industri percetakan dan reproduksi media rekaman yang naik 18,76 persen, serta industri minuman yang naik hingga 8,57 persen.
Dari sisi kontribusi, sektor yang menyumbang nilai tertinggi terhadap total produksi IMK, adalah industri makanan sebesar 20,44 persen. Selanjutnya, disusul oleh kelompok industri barang galian bukan logam dengan kontribusi sebesar 10,57 persen.