MATA INDONESIA, JAKARTA-Tujuh tentara, 35 warga sipil dan 80 militan meninggal dunia usai terjadi bentrok di pangkalan militer Burkina Faso, Afrika Barat. Angkatan bersenjata setempat menyampaikan hal itu pada Selasa 24 Desember 2019, dalam serangan terbaru sejak kekerasan dimulai pada 2015.
Dilansir dari AFP, Kepala Staf Angkatan Darat dalam sebuah pernyataan mengatakan serangan di pangkalan Arbinda itu melibatkan lebih dari 100 gerilyawan dengan sepeda motor dan berlangsung beberapa jam. Insiden itu juga menewaskan 35 warga sipil.
Pemberontakan militan dari Mali, serangan gerilyawan, bom bunuh diri dan ranjau darat telah menewaskan ratusan orang.
Peran militer Prancis di kawasan itu dipertanyakan di negara-negara Sahel baru-baru ini ketika serangan jihadis meningkat.
Presiden Mali mengatakan hubungan antara Perancis dan negara-negara Sahel harus terhormat, menyusul ketegangan baru-baru ini mengenai peran mantan kekuatan kolonial di wilayah tersebut.
Berbicara kepada televisi Prancis, Presiden Ibrahim Boubacar Keita mengatakan aliansi militer G5 Sahel -yang terdiri dari Mali, Burkina Faso, Niger, Mauritania, dan Chad- akan menyampaikan pesan itu pada pertemuan di Prancis pada 13 Januari.
Sebelumnya teror penembakan juga terjadi di Burkina Faso. Empat orang yang sedang mengikuti prosesi keagamaan tewas karena diberondong peluru oleh orang tidak dikenal pada Mei lalu.
Insiden itu terjadi ketika kegiatan parade dengan mengusung patung Bunda Maria di Kota Ouahigouya. Menurut penuturan saksi, para terduga teroris itu terlebih dulu memisahkan anak-anak dari rombongan, lantas mengeksekusi orang dewasa.