MATA INDONESIA, JAKARTA – Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang macet belasan tahun lalu menjadi perintah Presiden Jokowi kepada Menko Polhukam Mahfud MD. Formulanya mencari fakta kebenarannya, lalu menegakkan rekonsiliasi.
Menurut Mahfud, kasus-kasus yang akan diselesaikan adalah yang sulit diproses hukum karena peristiwanya sudah terlalu lama.
“Kan subjek pelaku sudah tidak ada, saksi sudah tidak ada, bagaimana misalnya kalau diminta visum atas korban tahun 1984? Siapa yang mau visum? Dalam kasus petrus misalnya, kan itu sudah tidak ada bukti, saksi-saksi, pelaku dan lainnya, seperti itu yang akan diselesaikan,” kata Mahfud di Jakarta, Rabu 11 Desember 2019.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendukung pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu, baik dengan cara non yudisial tanpa mengabaikan mekanisme yudisial maupun sebaliknya.
Menurut Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu langkah pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu bisa dimulai dengan bertanya kepada para korbannya, model penyelesaian seperti apa yang mereka kehendaki.
Edwin juga sepakat jika penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu diselesaikan dengan berbagai cara, tidak hanya formil yudisial. Dia menganjurkan mekanisme penyelesaian nonyudisial juga bisa ditempuh.
Namun, lebih baik jika diupayakan menggunakan pendekatan hukum terlebih dahulu, baik melalui Pengadilan HAM atau Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Upaya sinergi yang bisa dilakukan negara di luar proses formil itu adalah memenuhi hak para korbannya dan mengenang peristiwa kemanusiaan yang pernah terjadi untuk tidak terulang. Sejatinya, negara tidak sepenuhnya alpa kepada para korban.