Akses Air Bersih Mulai Pulih, Warga Aceh Tamiang Bisa Kembali Beraktivitas

Baca Juga

Oleh: Bara Winatha*)

Pemulihan pasca bencana banjir bandang di Kabupaten Aceh Tamiang menunjukkan perkembangan positif, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan dasar air bersih bagi masyarakat terdampak. Setelah beberapa waktu mengalami krisis air akibat rusaknya sumber air dan jaringan distribusi, kini akses air bersih mulai pulih secara bertahap. Dukungan dan kerja sama lintas sektor, mulai dari pemerintah pusat, aparat keamanan, lembaga kemanusiaan, hingga partisipasi swasta dan masyarakat, menjadi kunci utama dalam mempercepat pemulihan tersebut.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menyampaikan bahwa keterlibatan Pemerintah melalui Polri dalam pemulihan pasca bencana merupakan bagian dari komitmen institusi dalam membantu masyarakat bangkit dari dampak bencana. Polri tidak hanya fokus pada aspek keamanan, tetapi juga berperan aktif dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, termasuk penyediaan air bersih dan fasilitas sanitasi. Pemulihan akses air bersih menjadi prioritas karena berkaitan langsung dengan kesehatan, aktivitas sehari-hari, dan pemulihan ekonomi warga.

Sebagai wujud konkret dari komitmen tersebut, Polri melakukan perbaikan sumur bor yang rusak sekaligus membangun sumur bor baru di sejumlah titik strategis di Aceh Tamiang. Selain itu, Polri juga membangun tandon air dan fasilitas MCK untuk memastikan ketersediaan air bersih dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat. Bantuan perlengkapan pendukung seperti genset, pompa air, instalasi pipa, dan jaringan distribusi air juga disalurkan guna mendukung operasional fasilitas tersebut.

Kehadiran fasilitas air bersih yang lebih dekat dengan permukiman warga dinilai sangat membantu, terutama bagi mereka yang sebelumnya harus berjalan jauh atau menunggu bantuan air tangki. Dengan mulai pulihnya akses air bersih, warga perlahan dapat kembali menjalankan aktivitas normal, seperti membersihkan rumah, memasak, beribadah, dan memulai kembali kegiatan ekonomi yang sempat terhenti akibat bencana.

Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tamiang, Iman Suhery, mengatakan bahwa pemerintah daerah terus mengintensifkan distribusi air bersih ke desa-desa terdampak. Ia menjelaskan bahwa BPBD, dengan dukungan dari BNPB dan berbagai pihak, telah mengoperasikan armada tangki air untuk menyuplai air bersih secara rutin. Menurutnya, dalam beberapa hari terakhir, distribusi air bersih sudah berjalan lebih lancar dan menjangkau wilayah yang sebelumnya sulit diakses.

Selain mengandalkan suplai dari mobil tangki, pihaknya juga berupaya memulihkan kembali sumber-sumber air lokal, termasuk optimalisasi PDAM dan sumur-sumur warga. Pendekatan kolaboratif antara pemerintah, swasta, dan komunitas sangat membantu dalam mempercepat pemulihan, karena banyak pihak yang secara sukarela menyalurkan air bersih langsung ke rumah-rumah warga. Sinergi antara pemerintah, aparat, dan masyarakat ini dinilai menjadi faktor penting dalam mengatasi krisis air bersih pasca bencana.

Dari sisi lembaga kemanusiaan, Ketua Blood For Life Foundation (BFLF), Michael Octaviano menyampaikan bahwa organisasinya berkomitmen mendukung pemulihan masyarakat Aceh melalui penyaluran bantuan air bersih dan kebutuhan dasar lainnya. Ia mengatakan bahwa BFLF mendistribusikan ribuan liter air bersih yang dilengkapi dengan tandon penampungan dan mesin pompa air guna memastikan ketersediaan air dalam jangka menengah. Bantuan tersebut merupakan bagian dari dukungan pemulihan pasca bencanayang berfokus pada kebutuhan paling mendesak masyarakat.

Selain air bersih, BFLF juga menyalurkan bantuan berupa kebutuhan pokok, makanan siap saji, perlengkapan kebersihan, pakaian, perlengkapan ibadah, obat-obatan, serta layanan internet berbasis satelit. Layanan internet menjadi penting agar masyarakat tetap dapat berkomunikasi, mengakses informasi, dan menghubungi keluarga atau pihak terkait di tengah keterbatasan pasca bencana. BFLF juga mendirikan posko kemanusiaan dengan melibatkan relawan yang mendistribusikan bantuan secara door to door agar tepat sasaran. Secara Optimis, melalui kerja sama berbagai pihak, kondisi masyarakat akan terus membaik dan pemulihan dapat berjalan lebih cepat.

Dari perspektif warga, mulai pulihnya akses air bersih membawa harapan baru untuk kembali menjalani kehidupan sehari-hari. Warga yang sebelumnya harus menghemat air untuk kebutuhan paling dasar kini mulai bisa membersihkan rumah dan lingkungan sekitar. Beberapa warga bahkan mulai berinisiatif membangun sumur bor mandiri sebagai langkah antisipasi agar tidak sepenuhnya bergantung pada bantuan jika bencana serupa terjadi di masa depan. Kesadaran ini menunjukkan adanya pembelajaran kolektif dari pengalaman bencana yang dialami.

Kembalinya akses air bersih juga berdampak langsung pada pemulihan kesehatan masyarakat. Risiko penyakit akibat sanitasi buruk dan penggunaan air tercemar dapat ditekan seiring tersedianya air bersih yang layak konsumsi. Anak-anak, lansia, dan kelompok rentan lainnya kini memiliki kondisi lingkungan yang lebih sehat untuk beraktivitas. Hal ini menjadi fondasi penting bagi pemulihan sosial dan ekonomi masyarakat Aceh Tamiang secara keseluruhan.

Secara keseluruhan, pemulihan akses air bersih di Aceh Tamiang mencerminkan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam penanganan bencana. Peran pemerintah melalui BPBD, keterlibatan aktif Polri, serta kontribusi nyata lembaga kemanusiaan menunjukkan bahwa penanganan bencana tidak dapat dilakukan secara parsial. Sinergi yang terbangun menjadi contoh bagaimana kerja bersama dapat mempercepat pemulihan dan mengembalikan harapan masyarakat terdampak.

Dengan terus berlanjutnya dukungan dari berbagai pihak, diharapkan pemulihan Aceh Tamiang tidak hanya berhenti pada pemenuhan kebutuhan darurat, tetapi juga berlanjut pada pembangunan ketahanan masyarakat terhadap bencana di masa depan. Akses air bersih yang mulai pulih menjadi simbol bangkitnya kehidupan warga, sekaligus fondasi bagi kembalinya aktivitas sosial, ekonomi, dan keagamaan masyarakat Aceh Tamiang secara berkelanjutan.

*)Penulis merupakan pengamat sosial dan kemasyarakatan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Dari Posko ke Huntara, Korban Banjir Sumatera Mulai Bangun Kembali Keluarga

Oleh: Nuruddin Alwi Salman (* Bencana banjir bandang atau galodo yang melanda Kota Padang dan sejumlah wilayah di Sumatra Barat bukan hanya meninggalkan kerusakan fisik, tetapi juga guncangan sosial yang mendalam bagi keluarga terdampak. Rumah yang hanyut, mata pencaharian yang terputus, hingga rutinitas keluarga yang tercerai-berai menjadi realitas pahit yang harus dihadapi para pengungsi. Namun di tengah situasi tersebut, langkah-langkah cepat pemerintah dalam fasetanggap darurat hingga transisi menuju pemulihan menunjukkan arah kebijakan yang patutdiapresiasi. Perpindahan warga dari posko darurat menuju hunian sementara (huntara) menjadi simbol penting bahwa proses membangun kembali kehidupan keluarga telahdimulai. Perlu ditegaskan bahwa penanganan bencana tidak semata soal teknis infrastruktur, melainkan juga tentang keberpihakan negara pada pemulihan martabat dan ketahanan sosialwarga. Dalam konteks inilah, rencana pembangunan 100 unit huntara yang disampaikanPresiden Prabowo Subianto dalam kunjungan keduanya ke Sumatra Barat memiliki maknastrategis. Huntara bukan sekadar bangunan sementara, melainkan ruang transisi agar keluargadapat kembali menjalani kehidupan yang lebih stabil sebelum memasuki fase rehabilitasi danrekonstruksi hunian permanen. Presiden Prabowo menegaskan bahwa dalam waktu satu bulan para pengungsi tidak perlulagi tinggal di tenda. Pernyataan ini mencerminkan orientasi kebijakan yang menempatkanaspek kemanusiaan sebagai prioritas. Pengalaman tinggal di tenda dalam jangka panjangterbukti berdampak pada kesehatan, psikologis, dan kohesi keluarga, terutama bagi anak-anakdan lansia. Karena itu, percepatan pembangunan huntara merupakan intervensi sosial yang penting untuk mencegah kerentanan baru pascabencana. Lebih jauh, komitmen Presiden untuk segera melanjutkan pembangunan hunian tetap dengankualitas yang baik menunjukkan kesinambungan kebijakan dari fase darurat menujupemulihan jangka menengah dan panjang. Dalam literatur kebijakan publik, keberhasilanpenanganan bencana sangat ditentukan oleh konsistensi negara dalam memastikan transisiantarfase berjalan mulus, tanpa jeda yang membuat warga kembali terjebak dalamketidakpastian. Kunjungan Presiden yang disertai pengecekan langsung kondisi 271 jiwa dari85 kepala keluarga pengungsi juga memperkuat pesan bahwa negara hadir tidak hanyamelalui pernyataan, tetapi melalui tindakan nyata di lapangan. Dari perspektif politik kebencanaan, kehadiran langsung kepala negara di wilayah terdampakmemiliki efek simbolik dan praktis sekaligus. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menilai kunjungan Presiden Prabowo untuk kedua kalinya pascabanjir sebagai buktikeseriusan pemerintah pusat dalam mempercepat pemulihan Sumatra Barat. Penilaian inirelevan, karena kehadiran Presiden di lapangan memberi sinyal kuat kepada seluruhkementerian dan lembaga bahwa penanganan bencana adalah agenda prioritas yang harusdikawal bersama. Dalam praktik pemerintahan, sinyal politik semacam ini sering kali menjadi faktor penentu percepatan koordinasi lintas sektor. Andre juga menekankan bahwa perhatian Presiden tidak bersifat seremonial, melainkandiwujudkan melalui pengecekan progres pembangunan dan pemenuhan kebutuhan warga. Hal ini penting dicatat, karena salah satu kritik publik terhadap penanganan bencana di masa lalu adalah lemahnya pengawasan implementasi kebijakan. Dengan turun langsung kelapangan, Presiden sekaligus menjalankan fungsi kontrol untuk memastikan bahwa kebijakanyang dirancang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat terdampak. Penanganan bencana juga tidak bisa dilepaskan dari perspektif hak asasi manusia. DirekturKerja Sama HAM Ditjen HAM, Harniati, menegaskan bahwa penyaluran bantuan logistikkepada warga terdampak bukan sekadar sumbangan materi, melainkan wujud kehadirannegara dalam memastikan hak-hak dasar warga tetap terlindungi dalam situasi darurat. Pandangan ini sejalan dengan prinsip bahwa hak atas tempat tinggal layak, kesehatan, danrasa aman tidak boleh hilang hanya karena warga menjadi korban bencana alam. Dengandemikian, kebijakan huntara dan layanan dasar lainnya harus dipahami sebagai pemenuhankewajiban konstitusional negara. Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi faktor kunci keberhasilan pemulihan. Wakil Wali Kota Padang, Maigus Nasir, menyambut baik atensi Ditjen HAM danmenekankan pentingnya kolaborasi lintas level pemerintahan. Dalam konteks otonomidaerah, percepatan pemulihan pascabencana sangat bergantung pada keselarasan kebijakanpusat dan kapasitas implementasi di daerah. Langkah Pemerintah Kota Padang yang mengakselerasi penyediaan hunian layak bagi warga yang rumahnya rusak berat atau hanyutmenunjukkan adanya keseriusan di tingkat lokal untuk menerjemahkan kebijakan nasional kedalam tindakan konkret. Dari sudut pandang sosial, perpindahan warga dari posko ke huntara memiliki dampaksignifikan terhadap pemulihan struktur keluarga. Huntara memungkinkan keluarga kembalihidup dalam satu atap, membangun rutinitas, dan memulihkan rasa normalitas yang sempathilang. Proses ini penting untuk memperkuat resiliensi sosial masyarakat pascabencana, sekaligus menjadi fondasi bagi pemulihan ekonomi dan pendidikan anak-anak yang sempatterganggu. Pemulihan pascabencana di...
- Advertisement -

Baca berita yang ini