Gotong Royong Elemen Bangsa Memastikan Stabilitas Keamanan Papua Jelang Nataru

Baca Juga

Oleh : Yohanes Wandikbo )*

Menjelang perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru), Papua kembali menjadi perhatian nasional. Bukan karena konflik atau gejolak, melainkan karena konsistensi berbagai elemen bangsa dalam menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat. Di tengah meningkatnya mobilitas warga, aktivitas ibadah, serta dinamika sosial akhir tahun, Papua menunjukkan wajah yang semakin dewasa dalam merawat kedamaian. Kondusivitas ini tidak lahir secara instan, tetapi merupakan hasil kerja kolektif antara pemerintah, aparat keamanan, tokoh adat, tokoh agama, organisasi kemasyarakatan, dan masyarakat luas.

Perwakilan Gereja Kehilat Mesianik Indonesia, Pdt. Benny Karubaba menyampaikan apresiasi atas program-program pemerintah yang dirasakan langsung oleh masyarakat serta mengajak seluruh pemangku kepentingan menjaga toleransi dan kedamaian menjelang Nataru. Doa dan seruan moral dari tokoh agama menjadi fondasi spiritual yang memperkuat upaya negara menjaga Papua tetap aman dan sejuk.

Wakapolri, Komjen Pol Dedi Prasetyo menegaskan bahwa kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di Papua saat ini berada dalam situasi yang sangat kondusif karena ditopang kolaborasi lintas elemen. Keterlibatan komunitas ojek, satpam, nelayan, petani, organisasi komunikasi masyarakat, UMKM, hingga relawan sosial menunjukkan bahwa keamanan bukan semata tanggung jawab aparat, melainkan hasil gotong royong seluruh warga. Model pengamanan partisipatif ini menjadi kekuatan khas Papua yang patut diapresiasi dan dijaga secara berkelanjutan.

Optimisme serupa juga ditunjukkan menjelang puncak perayaan Nataru. Kesiapan aparat dalam menghadapi berbagai kemungkinan kontinjensi menandakan negara hadir dengan pendekatan profesional dan terukur. Namun, yang lebih penting adalah pesan moral yang disampaikan, bahwa keamanan ideal tercipta ketika kesiapsiagaan aparat berjalan beriringan dengan kesadaran masyarakat. Pendekatan ini memperkuat rasa aman tanpa menciptakan ketegangan, sekaligus menumbuhkan kepercayaan publik terhadap kebijakan pemerintah di bidang keamanan.

Di Papua Barat, penguatan sinergi juga diwujudkan melalui pendekatan humanis. Kapolda Papua Barat, Irjen Po. Johnny Eddizon Isir menegaskan pentingnya peran organisasi kemasyarakatan sebagai mitra strategis Polri dalam menjaga harkamtibmas. Tatap muka antara Polda Papua Barat dan Ormas se-Papua Barat bukan sekadar agenda seremonial, tetapi ruang konsolidasi sosial untuk memperkuat persatuan menjelang Nataru. Apresiasi terhadap kontribusi Ormas menunjukkan pengakuan negara terhadap kekuatan masyarakat sipil dalam menjaga stabilitas wilayah.

Sikap terbuka Polri yang disertai pengakuan terhadap perlunya evaluasi internal juga memperkuat legitimasi institusi di mata publik. Komitmen untuk terus memperbaiki pelayanan dan mengajak masyarakat berperan aktif dalam pengawasan mencerminkan semangat reformasi berkelanjutan. Dalam konteks Papua, pendekatan ini sangat relevan karena menempatkan masyarakat sebagai subjek, bukan objek, dalam pembangunan keamanan.

Di Papua Tengah, Pemerintah Kabupaten Mimika mengambil langkah strategis dengan mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terprovokasi hoaks. Bupati Mimika, Johannes Rettob menekankan bahwa informasi palsu berpotensi menciptakan keresahan dan merusak situasi kondusif yang telah dibangun. Imbauan ini menjadi krusial di era digital, ketika media sosial kerap menjadi ruang subur penyebaran disinformasi. Sikap tegas pemerintah daerah, didukung aparat kepolisian, menunjukkan keseriusan negara dalam melindungi ruang publik dari narasi yang memecah belah.

Upaya menjaga stabilitas juga mendapat dukungan kuat dari unsur legislatif dan tokoh masyarakat. Ajakan Ketua DPRK Mimika, Primus Natikapereyau untuk menghentikan konflik dan menjaga Mimika sebagai tanah damai menegaskan bahwa penyelesaian masalah harus mengedepankan hukum, dialog, dan nilai persaudaraan. Pesan ini sejalan dengan semangat Natal yang menjunjung perdamaian dan kasih, sekaligus memperkuat optimisme menyongsong tahun baru.

Dukungan masyarakat sipil semakin nyata melalui deklarasi damai yang digelar di Manokwari. Ketua DPD Gerakan Cinta Indonesia (GERCIN) Papua Barat, Napoleon Fakdawer menegaskan bahwa keberhasilan pengamanan Nataru tidak hanya bergantung pada aparat, tetapi juga pada kedisiplinan dan partisipasi aktif masyarakat. Seruan untuk menghindari miras, petasan, dan tindakan anarkis mencerminkan kedewasaan sosial yang semakin tumbuh. Deklarasi damai menjadi simbol kesadaran kolektif bahwa keamanan adalah kebutuhan bersama.

Dari perspektif adat, pesan damai juga digaungkan secara konsisten. Ketua Dewan Adat Papua Daerah Teluk Wondama, Adrian Worengga mengajak masyarakat adat menjaga ketertiban menjelang Hari HAM Internasional, Natal, dan Tahun Baru. Penekanan pada nilai kemanusiaan, persaudaraan, dan martabat manusia memperlihatkan bahwa adat dan negara berjalan searah dalam menjaga stabilitas sosial. Papua ditampilkan sebagai tanah peradaban yang menjunjung tinggi toleransi dan kebersamaan.

Hal serupa disampaikan Tokoh Adat Sentani, Seppy Ibo, yang mengingatkan pentingnya keterlibatan adat dalam penyelesaian persoalan sosial. Kolaborasi antara aparat dan struktur adat menjadi kunci menjaga harmoni, khususnya di wilayah dengan kearifan lokal yang kuat. Seruan menjaga kamtibmas juga diperkuat oleh tokoh adat dan pemuda Sentani sebagai bentuk tanggung jawab moral menyambut Natal dengan sukacita.

Sinergi aparat keamanan, pemerintah daerah, tokoh adat, tokoh agama, organisasi kemasyarakatan, hingga masyarakat akar rumput membentuk jejaring kewaspadaan dan kepedulian sosial yang kokoh. Inilah Papua tanah damai yang dirawat bersama melalui dialog, kepercayaan, dan gotong royong. Dengan kekuatan kolaborasi elemen bangsa ini, Papua tidak hanya siap menyambut Nataru secara aman dan tertib, tetapi juga menghadirkan pesan optimisme bahwa stabilitas dan kedamaian dapat terwujud ketika seluruh komponen bangsa berjalan seirama menjaga rumah bersama.

)* Penulis merupakan pengamat pembangunan dan sosial di Papua

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemerintah Bergerak Menyeluruh, Pemulihan Daerah Bencana di Sumatera Terus Dipercepat

Oleh : Kurnia Efendi )* Pemerintah dan negara telah menunjukkan respons yang sangat cepat, terukur danjuga menyeluruh dalam menangani dampak dari terjadinya bencana banjir dan tanahlongsor yang melanda Aceh pada akhir tahun 2025.  Beragam langkah tersebut menunjukkan dengan sangat nyata bagaimanapemerintah bergerak aktif dalam memastikan upaya pemulihan pascabencanaberjalan dengan konsisten, tidak terputus, dan mampu menjangkau seluruh wilayahterdampak.  Di tengah tantangan geografis yang ada, dan bagaimana kerusakan infrastrukturyang terjadi secara luas di sana, penguatan solidaritas nasional juga turut menjadifondasi utama agar masyarakat Aceh tidak menghadapi masa sulit tersebut dengansendirian. Presiden Prabowo Subianto kembali hadir secara langsung ke tempat bencana dansudah menempatkan pemulihan daerah bencana sebagai prioritas. Bukti nyata darikehadiran langsung Kepala Negara tersebut menjadikan pemerintah memusatkanperhatian pada pembukaan kembali akses jalan dan jembatan strategis yang terputus akibat banjir bandang dan longsor.  Ruas-ruas vital, salah satunya di Aceh seperti Bireuen–Takengon dipulihkan secarabertahap oleh pemerintah agar distribusi logistik, layanan kesehatan, dan mobilitaswarga kembali dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya. Pendekatan tersebutmenunjukkan orientasi pemerintah pada pemulihan fungsi dasar wilayah sebagaiprasyarat bangkitnya aktivitas sosial dan ekonomi. Selain infrastruktur, pemerintah memastikan jaminan kebutuhan pokok masyarakatterdampak tetap terjaga. Ketersediaan pangan di pengungsian dipantau secaraketat, dengan suplai yang disiapkan dari berbagai daerah lain untuk mengantisipasigangguan distribusi lokal.  Langkah tersebut memperlihatkan bahwa pemulihan tidak semata berfokus padapembangunan fisik, tetapi juga pada perlindungan kehidupan sehari-hari wargaselama masa transisi. Pemerintah juga mengambil kebijakan penyesuaian terhadapkewajiban ekonomi masyarakat terdampak, khususnya petani dan pelaku usahakecil, agar beban pascabencana tidak berlipat. Pemulihan hunian menjadi agenda penting berikutnya. Pemerintah merencanakanpembangunan sekitar seribu unit hunian tetap bagi warga yang kehilangan tempattinggal, dengan penahapan yang disesuaikan kondisi lapangan.  Kabupaten Aceh Tamiang menjadi fokus awal karena tingkat kerusakan yang signifikan. Perencanaan hunian tersebut mempertimbangkan aspek keselamatan, akses terhadap mata pencaharian, serta kedekatan dengan komunitas asal, sehingga relokasi tidak memutus ikatan sosial warga. Pemerintah juga menyiapkanhunian sementara agar pengungsi dapat segera keluar dari kondisi darurat menujutempat tinggal yang lebih layak. Penguatan solidaritas nasional terlihat nyata melalui keterlibatan berbagai elemenbangsa. Puluhan lembaga kemanusiaan mengerahkan ribuan relawan untukmembantu evakuasi, distribusi logistik, dan layanan sosial di lapangan.  Pemerintah daerah dari luar Aceh turut menyalurkan bantuan sebagai wujudkepedulian antarwilayah, baik dalam bentuk dana, logistik, maupun dukungan teknis. Keterlibatan sektor swasta dan yayasan sosial memperkuat kapasitas negara dalammenjangkau kebutuhan masyarakat terdampak secara lebih luas dan cepat. Aspek transparansi dan integritas menjadi perhatian penting dalam keseluruhanproses pemulihan. Pemerintah menegaskan pengawasan ketat terhadap penyaluranbantuan dan penggunaan anggaran agar tepat sasaran serta bebas daripenyelewengan.  Pendekatan tersebut penting untuk menjaga kepercayaan publik sekaligusmemastikan bahwa setiap dukungan benar-benar dirasakan manfaatnya olehmasyarakat. Komunikasi dengan lembaga internasional juga dilakukan untukmemperkuat dukungan rehabilitasi jangka panjang, terutama pada sektorpendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak, tanpa mengurangi kendali nasionalatas proses pemulihan. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana menunjukkan skala dampak yang luas, dengan lebih dari seratus ribu unit rumah mengalami kerusakan di 18 kabupaten dan kota di Aceh. Kepala Pusat Data, Informasi, dan KomunikasiKebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menjelaskan bahwa pendataan kerusakan terusdiperbarui sebagai dasar perencanaan lanjutan.  Pemerintah menggunakan data tersebut untuk menentukan skema pembangunanhunian, baik perbaikan di lokasi semula bagi rumah rusak ringan maupun relokasi kekawasan yang lebih aman bagi rumah rusak berat dan hilang. Pendekatan berbasisdata tersebut menjadi kunci agar pemulihan tidak bersifat sementara, tetapiberkelanjutan dan berorientasi mitigasi. Pemulihan Aceh juga berjalan seiring dengan penanganan bencana di provinsiSumatera lain yang terdampak. Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur danPembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menyampaikan bahwapemerintah mengerahkan alat berat untuk membuka kembali puluhan ruas jalan danjembatan yang tertutup longsor.  Fokus utama diarahkan pada penyambungan jalur utama secara temporer agar logistik dan bantuan medis dapat menjangkau wilayah terisolasi. Sambil melakukanperbaikan sementara, pemerintah merancang pembangunan permanen yang lebihtahan bencana sebagai investasi jangka panjang. Pendekatan paralel antara tanggap darurat dan pemulihan infrastruktur dasarmenunjukkan keseriusan pemerintah dalam mempercepat fase rehabilitasi danrekonstruksi. Evakuasi korban, layanan kesehatan, dan penyediaan logistik tetapmenjadi prioritas, namun aksesibilitas wilayah tidak menunggu hingga kondisisepenuhnya pulih. Strategi tersebut memungkinkan aktivitas sosial dan ekonomiberangsur kembali, sekaligus mempercepat pemulihan psikologis masyarakat. Seluruh rangkaian langkah tersebut menegaskan bahwa solidaritas nasional bukansekadar slogan. Pemerintah memastikan kehadiran nyata melalui kebijakan, sumberdaya, dan kerja lintas sektor yang terkoordinasi.  Pemulihan Aceh bergerak maju dengan pendekatan menyeluruh, dari pangandan hunian hingga infrastruktur dan mitigasi. Dengan fondasi tersebut, proses bangkitnya Aceh tidak hanya ditujukan untuk kembali seperti semula, tetapiuntuk menjadi wilayah yang lebih kuat, aman, dan tangguh menghadapitantangan di masa depan. (*) )* Penulis adalah Pengamat Kebencanaan
- Advertisement -

Baca berita yang ini