Oleh: Natalia Levanka )*
Pemberantasan narkoba di Indonesia bukanlah tugas yang dapat diselesaikan oleh pemerintah atau aparat penegak hukum saja. Hal ini adalah masalah yang sangat kompleks dan memerlukan keterlibatan berbagai pihak, termasuk masyarakat. Salah satu aspek yang tidak kalah penting dalam pemberantasan narkoba adalah rehabilitasi, yang menjadi bagian dari upaya pemulihan bagi para pecandu narkoba dan pencegahan penyebarannya lebih lanjut.
Rehabilitasi merupakan suatu proses yang bertujuan untuk membantu individu yang terjerat narkoba untuk pulih secara fisik, mental, dan sosial. Melalui rehabilitasi, mereka diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri dan kembali berfungsi dengan baik dalam masyarakat. Namun, proses rehabilitasi ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak faktor yang harus diperhatikan, mulai dari dukungan keluarga, akses terhadap fasilitas kesehatan, hingga pemahaman masyarakat tentang pentingnya rehabilitasi itu sendiri.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Ribka Haluk mengapresiasi peran Kader Inti Pemuda Anti Narkoba (KIPAN) sebagai mitra pemerintah dalam mencegah dan memberantas narkoba. Dalam konteks perang melawan narkoba yang semakin kompleks, kontribusi dari organisasi-organisasi yang bergerak di tingkat akar rumput, seperti KIPAN, sangat penting dan seringkali menjadi kekuatan yang terlupakan.
Narkoba memang telah menjadi salah satu ancaman terbesar bagi bangsa Indonesia, merusak generasi muda, dan berpotensi meruntuhkan tatanan sosial. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan pemberantasan narkoba tidak bisa hanya mengandalkan penegakan hukum atau kebijakan pemerintah semata. Keterlibatan masyarakat, terutama kalangan pemuda, menjadi faktor kunci dalam menghadirkan perubahan yang lebih luas.
Dalam hal ini, peran masyarakat sangatlah penting. Kesadaran masyarakat terhadap bahaya narkoba dan pentingnya rehabilitasi sebagai jalan keluar bagi pecandu akan sangat membantu dalam upaya pemberantasan narkoba. Sayangnya, seringkali stigma negatif terhadap pecandu narkoba menjadi penghalang utama. Padahal, rehabilitasi bukan hanya soal mengobati ketergantungan fisik, tetapi juga soal memperbaiki mental dan sosial individu tersebut agar dapat kembali berkontribusi secara positif.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan tentang rencana Presiden Prabowo Subianto untuk memanfaatkan Komponen Cadangan (Komcad) sebagai bagian dari solusi rehabilitasi bagi terpidana narkoba memunculkan banyak pertanyaan dan diskusi. Sementara ide ini tampaknya menawarkan sebuah solusi inovatif dalam menangani masalah narkoba, pendekatan yang diusung menimbulkan pro dan kontra terkait keberlanjutan serta efektivitasnya.
Secara prinsip, rencana ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa banyak terpidana narkoba berusia produktif. Menurut Yusril, amnesti akan diberikan kepada mereka dengan sejumlah tahapan, termasuk rehabilitasi. Alih-alih mendekam di penjara, mereka akan dilibatkan dalam Komcad, menjalani pelatihan militer, dan kemudian diterjunkan dalam berbagai proyek besar pemerintah, seperti pembukaan lahan pertanian di Kalimantan dan Papua.
Masyarakat yang memahami bahwa narkoba bukan hanya masalah individu, melainkan juga masalah sosial, akan lebih mampu memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan rehabilitasi. Hal ini dimulai dari lingkungan yang lebih terbuka dan tidak menilai seseorang hanya berdasarkan masa lalunya. Dengan menghilangkan stigma negatif, masyarakat dapat lebih mudah mendukung mereka yang sedang berjuang keluar dari jerat narkoba.
Apresiasi yang disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Benny Utama, terhadap kinerja Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumatera Barat dalam menggagalkan peredaran narkoba dan menangkap pengedar ganja dengan barang bukti 141,7 kilogram sangatlah tepat. Keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa upaya pemberantasan narkoba di Indonesia bukanlah hal yang mustahil, meskipun tantangannya sangat besar. Lebih jauh lagi, koordinasi antara BNNP Sumbar, Kejaksaan Negeri Pasaman, dan Pengadilan Negeri Pasaman yang solid merupakan contoh kolaborasi yang patut dicontoh dalam penanggulangan masalah narkoba yang semakin meresahkan ini.
Angka penangkapan yang mencapai 141,7 kilogram ganja jelas bukanlah jumlah yang sedikit. Bahkan, keberhasilan dalam mengungkap sindikat besar seperti ini menunjukkan bahwa aparat penegak hukum memiliki kemampuan untuk mengendus peredaran narkoba skala besar dan menanganinya dengan serius. Dalam konteks pemberantasan narkoba, kerja keras seperti ini perlu diberikan apresiasi, mengingat betapa besar peran mereka dalam menjaga agar peredaran barang haram ini tidak semakin meluas di kalangan masyarakat.
Dukungan tersebut bisa berupa bantuan moral, fasilitas yang memadai untuk rehabilitasi, serta integrasi sosial setelah proses pemulihan. Rehabilitasi juga harus melibatkan pendekatan yang menyeluruh, termasuk terapi fisik dan psikologis, serta pembinaan mental agar pecandu tidak hanya bebas dari ketergantungan narkoba tetapi juga siap untuk kembali menjalani hidup yang produktif.
Tentu saja, pemerintah dan aparat penegak hukum memiliki peran yang sangat besar dalam mengurangi peredaran narkoba. Namun, tanpa adanya keterlibatan aktif dari masyarakat, pemberantasan narkoba akan terasa timpang. Melalui rehabilitasi yang didukung oleh masyarakat yang peduli dan tidak menghakimi, kita bisa membuka jalan bagi mereka yang ingin sembuh dan kembali menjadi bagian dari masyarakat yang sehat dan produktif.
Dengan demikian, upaya pemberantasan narkoba tidak hanya terfokus pada penegakan hukum semata, tetapi juga melibatkan rehabilitasi yang efektif dan dukungan dari masyarakat yang lebih peduli dan lebih sadar akan pentingnya peran mereka dalam menangani masalah ini.
)* Penulis merupakan Pengamat Keamanan Dalam Negeri – Lembaga Keamanan Nasional Sejahtera