Mata Indonesia, Yogyakarta – Kekerasan jurnalis dalam bekerja sejauh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) masih terjadi. Bahkan hal itu terjadi di situasi desakan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang merugikan warga.
Forum Cik Di Tiro Yogyakarta dalam beberapa keterangannya juga menyoroti kekerasan yang dialami insan pers ketika bertugas.
Anggota FCD, AJI Yogyakarta menilai sejumlah kasus ancaman kebebasan pers terjadi sepanjang 2024 dan bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Ayat (2) menegaskan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Pasal 8 menyebutkan bahwa jurnalis memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Namun, penelitian AJI Indonesia bersama PR2Media pada tahun 2024 bertajuk Keamanan Digital Perusahaan Media di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat keamanan digital jurnalis dan perusahaan media berita masih sangat rendah.
Penelitian ini menyoroti tiga aspek utama, pengalaman menjadi korban, strategi mitigasi serta pengamanan pasca kasus, dan persepsi publik terhadap keamanan digital. Hasilnya menunjukkan bahwa ketiga aspek ini saling berkaitan.
Di tengah meningkatnya ancaman keamanan bagi jurnalis, gerakan global safety of journalist menghadapi tantangan berupa kekerasan dalam berbagai bentuk. Ancaman tersebut mencakup serangan terhadap konten jurnalistik (misinformasi dan disinformasi), peretasan infrastruktur digital, pengawasan terhadap individu pekerja media (surveillance, penyadapan), hingga represi berbasis gender di lingkungan kerja.
Dari 116 responden yang mewakili perusahaan media, 8 persen melaporkan ancaman signifikan terhadap kerja jurnalistik, yang tidak hanya menyasar jurnalis secara individu tetapi juga institusi media secara keseluruhan.
Serangan digital juga merambah ke tingkat korporasi, dengan keterbatasan sumber daya IT dan kemampuan teknologi proteksi data menjadi hambatan utama.
Untuk meningkatkan keamanan digital, diperlukan pelatihan sistem informasi dan literasi digital bagi karyawan, baik jurnalis maupun non-jurnalis, agar mampu memahami dan mengimplementasikan langkah-langkah pengamanan terkini.
Kasus Pembunuhan Jurnalis Udin: 27 Tahun Tanpa Penyelesaian
Kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syafrudin atau Udin, seorang jurnalis kritis, hingga kini belum terselesaikan. Udin meninggal pada 16 Agustus 1996 setelah dianiaya beberapa hari sebelumnya. Diduga, pembunuhan ini terkait dengan artikel investigasinya yang mengungkap kasus korupsi mega proyek Parangtritis dan suap Bupati Bantul Sri Roso sebesar Rp1 miliar kepada Yayasan Dharmais milik Presiden Soeharto saat itu.
Meski berbagai upaya hukum dan advokasi telah dilakukan, pihak kepolisian tetap menyatakan bahwa Iwik adalah pelakunya, meskipun bukti investigasi mengindikasikan sebaliknya.
Krisis dalam Dunia Media: PHK, Politisasi, dan Penurunan IKP Nasional
Selain ancaman kekerasan, dunia media juga menghadapi berbagai tantangan lainnya, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK), politisasi media yang menggerus independensi selama Pemilu 2024, serta pemotongan gaji jurnalis dengan alasan kondisi keuangan perusahaan. Di Yogyakarta, beberapa jurnalis menjadi korban kebijakan ini.
Laporan Dewan Pers tahun 2024 mengungkapkan bahwa Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) nasional turun menjadi 69,36, dari 71,57 pada tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh skor rendah dalam variabel ekonomi (67,74) dan hukum (69,44).
Faktor ekonomi dipengaruhi oleh lemahnya tata kelola perusahaan media, sementara variabel hukum tertekan oleh perlindungan hukum yang minim terhadap penyandang disabilitas dan penggunaan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dianggap mengancam kebebasan pers.
Penanganan kasus pers dengan instrumen non-UU Pers juga menjadi sorotan, termasuk meningkatnya kekerasan fisik dan serangan digital terhadap insan pers.