Oleh: Gema Iva Kirana )*
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024 akan segera berlangsung dan seperti yang sudah menjadi tren dalam beberapa tahun terakhir, ancaman hoaks dan ujaran kebencian kembali menghantui ruang digital. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) meminta semua pihak untuk bekerja sama dalam melawan informasi yang menyesatkan demi terciptanya iklim politik yang damai dan demokratis.
Ajakan ini, selain menyasar platform digital, juga mengharapkan partisipasi aktif masyarakat untuk lebih bijak dalam menyaring dan menyebarkan informasi.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Prabunindya Revta Revolusi, menyoroti semakin mengkhawatirkannya jumlah hoaks yang tersebar terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pilkada. Berdasarkan data Kominfo, dari Januari hingga Agustus 2024, terdapat 1.195 isu hoaks terkait Pilpres. Jumlah ini diprediksi akan meningkat seiring semakin dekatnya penyelenggaraan Pilkada Serentak.
Hoaks yang tersebar tidak hanya disinformasi yang menyesatkan publik, tetapi juga mal-informasi yang secara sengaja memutarbalikkan fakta demi keuntungan kelompok tertentu. Kedua jenis informasi palsu ini sangat berbahaya karena dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap proses demokrasi yang sedang berjalan. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap proses pemilihan bisa menurun, bahkan memicu ketidakstabilan politik.
Prabunindya menyampaikan bahwa platform digital memegang peranan penting dalam menangani penyebaran hoaks. Ia menegaskan bahwa platform tersebut harus berperan aktif dalam menyaring informasi yang beredar di ruang digital mereka. Dengan adanya kolaborasi yang baik antara pemerintah, penyelenggara platform, dan masyarakat, diharapkan penyebaran informasi palsu dapat dikurangi.
Hoaks dan ujaran kebencian memiliki daya rusak yang tinggi terhadap tatanan sosial-politik, terutama dalam situasi politik yang penuh tensi seperti Pilkada. Untuk menghadapi hal ini, Kementerian Kominfo telah mengajak penyelenggara platform digital untuk ikut serta dalam filtrasi konten yang berpotensi menimbulkan kebencian dan perpecahan.
Dengan teknologi yang mereka miliki, platform seperti media sosial dan aplikasi pesan instan harus mampu mendeteksi dan menghapus konten-konten bermasalah sebelum menyebar lebih luas.
Namun, tanggung jawab ini tidak bisa hanya dibebankan kepada penyelenggara platform digital saja. Masyarakat juga memegang peran krusial dalam mengidentifikasi informasi yang benar dan tidak terpengaruh oleh hoaks. Di era digital ini, setiap individu memiliki kemampuan untuk menjadi penyebar informasi.
Oleh karena itu, literasi digital menjadi hal yang mutlak diperlukan agar masyarakat dapat menyaring informasi secara kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh berita palsu yang disebarkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Selain Kominfo, Bawaslu juga telah mengambil langkah preventif dengan menggelar patroli digital. Salah satu wilayah yang sudah aktif menjalankan patroli ini adalah Provinsi Jawa Timur. Ketua Bawaslu Jawa Timur, A. Warits, menjelaskan bahwa patroli digital dilakukan sebagai upaya pengawasan di ranah media digital, terutama saat masa kampanye Pilkada 2024.
Patroli ini melibatkan Kelompok Kerja (Pokja) Siber yang bertugas untuk mengawasi konten-konten negatif atau hoaks yang beredar di media sosial dan platform digital lainnya. Bawaslu tidak hanya berfokus pada hoaks, tetapi juga ujaran kebencian yang bisa memperkeruh suasana politik menjelang pemilihan. Setiap temuan akan ditindaklanjuti dengan tindakan tegas berdasarkan bukti otentik yang ditemukan.
Langkah-langkah preventif seperti ini sangat penting dilakukan mengingat potensi kerusakan yang bisa ditimbulkan oleh hoaks dan ujaran kebencian. Sebuah informasi palsu yang tersebar di dunia maya bisa dengan cepat mempengaruhi opini publik dan menciptakan persepsi yang salah terhadap pasangan calon, partai politik, atau bahkan sistem pemilihan itu sendiri.
Selain ancaman dari hoaks dan ujaran kebencian, Bawaslu juga mempersiapkan langkah-langkah untuk mencegah terjadinya politik uang yang sering menjadi masalah dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Warits menyatakan bahwa pengawasan konvensional tetap dilakukan untuk mencegah praktik politik uang yang berpotensi merusak integritas Pilkada.
Bawaslu juga telah berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk mengantisipasi potensi gangguan alam yang bisa mempengaruhi distribusi logistik pemilu, terutama di daerah-daerah terpencil seperti Pulau Masalembu dan Sapeken. Semua ini dilakukan untuk memastikan bahwa proses Pilkada berjalan lancar dan transparan, tanpa ada gangguan dari pihak-pihak yang mencoba merusak proses demokrasi.
Masyarakat yang cerdas dan kritis dalam menerima informasi adalah kunci sukses Pilkada Serentak 2024. Literasi digital menjadi komponen penting yang harus terus ditingkatkan, baik melalui program edukasi dari pemerintah, komunitas, maupun lembaga non-pemerintah. Dengan literasi yang baik, masyarakat akan lebih mampu memfilter informasi yang mereka terima dan tidak mudah terpengaruh oleh berita-berita palsu yang disebarkan untuk kepentingan politik.
Kominfo dan Bawaslu sudah melakukan berbagai upaya untuk menangkal hoaks, tetapi tanpa dukungan penuh dari masyarakat, upaya ini akan sulit membuahkan hasil. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk lebih bijak dan berhati-hati dalam menyebarkan informasi, terutama di masa-masa sensitif menjelang Pilkada.
Pilkada Serentak 2024 bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga tentang menjaga keharmonisan sosial dan ketertiban demokrasi. Setiap pihak, baik itu pemerintah, penyelenggara platform digital, maupun masyarakat, memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan proses demokrasi ini berjalan dengan damai.
Melawan hoaks dan ujaran kebencian adalah salah satu langkah penting untuk menjaga kepercayaan publik dan melahirkan Pilkada yang jujur, adil, dan transparan. Mari kita bersama-sama berpartisipasi aktif dalam menjaga integritas Pilkada 2024, demi masa depan Indonesia yang lebih baik.
)* Analis Ruang Persada Institute