Apa Sebenarnya Masalah Utama di Balik Konflik Papua? Begini Menurut LIPI

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Banyak pihak yang bertanya-tanya, apa sebenarnya akar masalah sehingga gejolak di Papua rentan terjadi, konflik dan kerusuhan pun sulit terhindarkan?

Dijelaskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), ada empat masalah utama yang menjadi sebab terjadinya gejolak dan kerusuhan di Papua dan Papua Barat belakangan ini.

Peneliti Tim Kajian Papua LIPI, Aisah Putri Budiarti, berdasarkan penelitian tahun 2009, menyebut masalah rasial terhadap warga Papua benar menjadi pemicu konflik, namun itu bukan alasan satu-satunya.

Berdasarkan penelitian, Aisah berkata masalah selanjutnya selain diskriminasi ras adalah pelanggaran HAM di Papua, yang telah menumpuk sejak zaman Orde Baru saat Presiden Soeharto dan komplotannya berkuasa.

Perilaku represif terhadap warga Papua masih terus dirasakan. Salah satu yang masih teringat jelas dalam memori warga Papua adalah kasus Wasior Wamena pada masa-masa reformasi.

Selanjutnya, masalah kegagalan pembangunan di Papua telah memicu amarah yang besar di Bumi Cenderawasiuh. Menurut catatan LIPI, kondisi kemiskinan warga Papua kian meninggi dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) semakin rendah, terutama di wilayah kabupaten atau kota dengan mayoritas penduduk asli Papua.

“Otsus sudah berjalan hampir 30 tahun, tapi kok ga ada perubahan padahal Otsus itu untuk orang asli Papua,” kata Aisah, Sabtu 31 Agustus 2019.

Kemudian, menurut Aisah, masalah terakhir adalah status politik dan sejarah masuknya Papua ke Indonesia, yang selama ini cenderung ditutup-tutupi oleh pemerintah.

Aisah menyebut, ada perbedaan perspektif tentang status politik dan integrasi Papua ke Indonesia. Hal ini, kata Aisah, harus diperhatikan secara serius oleh pemerintah.

Berita Terbaru

Pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat jadi Tonggak Pemerataan Pendidikan

Oleh: Didin Waluyo)* Komitmen pemerintahan Prabowo Subianto dalam mewujudkan akses pendidikanyang lebih merata terlihat semakin nyata. Pemerintah akhirnya menetapkanDesember 2025 sebagai titik awal pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat.  Langkah ini dipandang sebagai dorongan baru untuk menegaskan bahwapendidikan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi segelintir kelompok saja.Pembangunan ini juga menjadi sinyal kuat bahwa negara mulai menempatkankualitas dan aksesibilitas pendidikan sebagai prioritas utama.  Pembangunan infrastruktur ini masuk dalam pembangunan tahap II yang dilakukandi 104 lokasi di seluruh Indonesia. Dengan memulai proyek pada akhir 2025, pemerintah ingin memastikan bahwa percepatan pembangunan dapat segeradirasakan oleh masyarakat luas. Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, Pembangunan Sekolah Rakyat Adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk membangunsumber daya manusia yang unggul. Ia menjelaskan bahwa Pembangunan tahap II dilakukan guna memperluas akses Pendidikan berkualitas bagi anak-anak darikeluarga kurang mampu.  Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian PU, total anggaran yang dialokasikan untuk percepatan pembangunan Sekolah Rakyat ini sebsar Rp20 triliun, yang mana biaya pembangunan diperkirakan Rp200 miliar per sekolah. Sementara itu 104 lokasi yang tersebar antara lain, 27 lokasi di Sumatera, 40 lokasidi Jawa, 12 lokasi di Kalimantan,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini