MATA INDONESIA, KOLOMBO – Di tengah desakan aksi demonstrasi besar-besaran di Kolombo Srilanka, Ketua Parlemen Sri Lanka Mahinda Abeywardana menyatakan kesediaan Presiden Gotabaya Rajapaksa mundur dari jabatannya.
Pengumuman itu disampaikan beberapa jam setelah gelombang unjuk rasa yang marah mengepung kediaman Rajapaksa di Kolombo.
AFP mengabarkan pengumuman Mahinda Abeywardana melalui siaran langsung di televisi Sri Lanka.
”Untuk memastikan transisi yang damai, presiden mengatakan dia akan mundur pada 13 Juli,” kata Abeywardana dikutip dari AFP.
Selama beberapa bulan terakhir ini, Sri Lanka mengalami krisis yang berdampak pada kebangkrutan. Masyarakat kekurangan makanan, bahan bakar, pemadaman listrik yang kerap terjadi, hingga inflasi yang tinggi.
Masyarakat berjuang bertahan hidup setelah negara itu kehabisan mata uang asing untuk mengimpor produk-produk penting. Krisis itu telah memicu gelombang kerusuhan di seantero negeri. Ribuan orang membanjiri ibu kota untuk mengadakan demonstrasi.
Parlemen nantinya akan memilih satu orang anggotanya untuk menggantikan posisi Gotabaya Rajapaksa.
Penggantinya akan menjabat selama sisa masa jabatan Presiden yang mengundurkan diri. Rajapaksa menjabat sejak 18 November 2019 dan seharusnya berakhir hingga November 2024.
Menurut konstitusi Sri Lanka, urutan berikutnya untuk menjadi Presiden untuk periode tersebut adalah Perdana Menteri (PM). Namun PM saat ini Ranil Wickremesinghe sudah menyatakan mundur juga akibat gelombang demonstrasi yang semakin besar. Bahkan kediaman Wickremesinghe di Kolombo dibakar massa.