MATA INDONESIA, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) belum lama ini melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia sejumlah USD 409,5 miliar pada April 2022.
Dengan asumsi USD 1 setara Rp 14.729, nilai ULN itu adalah Rp 6.031,52 triliun. Realisasi tersebut turun dari ULN bulan sebelumnya yang USD 412,1 miliar (Rp 6.069,82 triliun).
Secara tahunan, posisi ULN April 2022 terkontraksi 2,2% (yoy). ”Yang menggembirakan, ULN pemerintah pada April 2022 melanjutkan tren penurunan. Posisi ULN pemerintah pada April 2022 tercatat sebesar 190,5 miliar dolar AS, turun dengan posisi ULN pada bulan sebelumnya sebesar 196,2 miliar dolar AS. Secara tahunan, pertumbuhan ULN pemerintah mengalami kontraksi sebesar 7,3% (yoy). Lebih dalam dari kontraksi bulan sebelumnya yang sebesar 3,4% (yoy).” tulis BI, dalam siaran pers pada 15 Juni 2022.
Berkurangnya ULN tersebut karena pembayaran senilai USD 1,9 miliar. Dengan rincian pokok utang sebesar USD 1,576 miliar dan bunga sebesar USD 374 juta.
BI menginformasikan, penurunan ULN pemerintah terjadi akibat beberapa seri Surat Berharga Negara (SBN) yang jatuh tempo pada April 2022. Juga adanya pergeseran penempatan dana oleh investor nonresiden, yang sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global.
Komponen pinjaman juga mengalami penurunan secara neto. Seiring pelunasan pinjaman yang lebih tinggi dari penarikan pinjaman dalam mendukung pembiayaan program dan proyek prioritas. Penarikan ULN pada April 2022 tetap pada pembiayaan sektor produktif dan terus mendorong akselerasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Dukungan ULN pemerintah dalam memenuhi pembiayaan sektor produktif dan kebutuhan belanja prioritas. Antara lain, mencakup
- Sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,6% dari total ULN pemerintah)
- Jasa pendidikan (16,5%)
- Administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,1%)
- Konstruksi (14,2%),
- Sektor jasa keuangan dan asuransi (11,7%).
”Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali. Dari sisi refinancing risk jangka pendek, mengingat hampir seluruhnya merupakan ULN dalam jangka panjang. Dengan pangsa mencapai 99,96% dari total ULN pemerintah.” tulis BI
Sementara itu, ULN swasta tumbuh sedikit meningkat. Posisi ULN swasta pada April 2022 tercatat sebesar 210,2 miliar dolar AS. Tumbuh rendah sebesar 0,03% (yoy), setelah mengalami kontraksi 1,6% (yoy) pada bulan sebelumnya. Perkembangan tersebut oleh ULN perusahaan, bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yang tumbuh sebesar 0,5% (yoy). Ini meningkat dari bulan sebelumnya yang mencatat kontraksi sebesar 0,7% (yoy). Terutama seiring dengan penerbitan global bond korporasi di sektor pertambangan dan penggalian.
Selain itu, ULN lembaga keuangan mengalami kontraksi sebesar 1,9% (yoy). Lebih rendah dari kontraksi bulan sebelumnya sebesar 5,0% (yoy).
Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari
- Sektor jasa keuangan dan asuransi
- Pertambangan dan penggalian
- Pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin
- Sektor industri pengolahan,
Dengan pangsa mencapai 77,1% dari total ULN swasta. ULN tersebut tetap dominan oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 75,7% terhadap total ULN swasta.
Secara umum struktur ULN Indonesia tetap sehat. Dukungan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. ULN Indonesia pada April 2022 tetap terkendali, tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 32,5%. Ini menurun dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 33,8%. Rasio ini turun dengan rasio Februari 2022. Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Februri 2022 kisaran 34,2%,
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa posisi utang pemerintah saat ini masih berada pada level yang aman. Terutama dengan penerimaan yang meningkat akibat lonjakan harga komoditas global.
Sri Mulyani menjelaskan, banyak negara di dunia harus meningkatkan utang secara drastis karena tidak memiliki pilihan lain, terutama untuk menangani dampak dari pandemi Covid-19. Ini menyebabkan terhentinya kegiatan perekonomian. Dalam hal ini, defisit anggaran juga menjadi tidak terhindarkan.
Berdasarkan catatan IMF, saat ini lebih dari 60 negara berada dalam kondisi yang sangat rentan secara finansial.