MATA INDONESIA, PARIS – Ratusan diplomat Prancis melakukan mogok kerja pada Kamis 2 Juni 2022.
Kejadian ini sangat jarang terjadi di Prancis. Para diplomat keberatan dengan rencana reformasi pemerintahan Presiden Emmanuel Macron.
Staf diplomatik Prancis adalah korps elite yang telah terbentuk sejak abad ke-16. Mereka berada di luar struktur pegawai negeri. Tapi, Macron menginginkan agar mereka bergabung. Sehingga memungkinkan staf dapat berpindah secara mudah antar kementerian.
Gagasan Macron itu mendapat penentangan ratusan orang yang bekerja di lembaga tersebut. Baik itu di dalam atau di luar negeri. Bahkan beberapa duta besar juga ikut ambil bagian dalam penolakan dan ikut melakukan protes.
Sekitar 200 hingga 500 staf diplomat Prancis melakukan protes di luar Kementerian Luar Negeri negara itu. Mereka memegang spanduk yang bertuliskan “Diplomasi dalam Bahaya.”
Selain itu, salah satu spanduk juga bertuliskan “Tidak ada diplomasi jangka panjang dengan diplomat jangka pendek,” kutip Reuters.
Beberapa utusan luar negeri juga turun di media sosial untuk menyatakan dukungan rekan-rekan mereka yang melakukan protes. Aksi ini melibatkan hampir semua unsur staf diplomat, termasuk duta besar.
Protes yang terjadi saat ini adalah protes yang sangat jarang. Ini adalah protes pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir.
Presiden Emmanuel Macron yang terpilih untuk jabatan kedua, telah mengumumkan akan melakukan reformasi pemerintahan dan memodernisasi staf diplomatik di Kementerian Luar Negeri Prancis.
Menurut penjelasan Deutsche Welle, reformasi itu berusaha untuk menggabungkan diplomat ke dalam kelompok layanan publik pegawai negeri sipil Prancis lainnya. Hal itu karena selama ini korps diplomatik berdiri secara terpisah.
Dengan penggabungan itu, maka staf memiliki kemungkinan untuk lebih mudah berpindah antar kementerian. Dan ini meningkatkan persaingan dalam jabatan diplomatik. Rencana tersebut akan mulai berlaku Januari tahun depan yang dapat mempengaruhi sekitar 800 diplomat.
Kemarahan utama dari para staf diplomatik itu karena pekerjaan mereka membutuhkan pelatihan khusus. Selain itu, spesialisasi dan pengalaman bertahun-tahun di seluruh dunia adalah hal yang penting.
Jika korps diplomatik bergabung, maka itu akan memaksa pegawai bersaing dengan orang luar yang belum terlatih dalam jabatan diplomatik yang berharga. Mereka berpendapat bahwa korps tersebut tidak memiliki ruang untuk amatiran. Reformasi Macron dapat merugikan kompetensi dan akan mengakibatkan destrukturisasi karir, hilangnya keahlian dan krisis kejuruan.
”Berdialog dengan hampir 200 negara dalam bahasa mereka, bernegosiasi, menjaga perdamaian–diplomasi adalah untuk para profesional, bukan improvisasi,” kata Anne Gueguen, Direktur Afrika Utara dan Timur Tengah di Kementerian Luar Negeri Prancis.