MATA INDONESIA, JAKARTA-Digitalisasi telah menyelamatkan Indonesia selama pandemi serta membuat peluang untuk tumbuh lebih inklusif. Berdasarkan catatan Core Indonesia, kelemahan Indonesia saat ini terletak pada sisi produksi.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Hendri Saparini mengatakan digitalisasi didorong oleh kebijakan-kebijakan agar dapat meningkatkan nilai tambah produksi.
“Sekarang ini yang sudah masif digitalisasi itu perdagangan, pembayaran, pembiayaan, dan logistik. Saatnya kita menggeser, bagaimana agar digitalisasi dapat meningkatkan nilai tambah. Ini yang belum ada,” ujarnya.
Dirinya menambahkan, salah satu contoh yang bisa dilakukan adalah digitalisasi bantuan sosial (bansos) dengan cepat. Mengingat Indonesia juga sudah membuka program Kartu Prakerja dengan menggunakan multi platform.
“Kemudian multi channel itu juga menghasilkan banyak data. Big data inilah yang akan diolah semestinya untuk mengetahui sebenarnya preferensi kelompok bawah ini apa. Nah ini lah yang akan menjadi peluang usaha juga bagi para UKM,” katanya.
Menurutnya Indonesia juga membutuhkan infrastruktur yang lebih cepat. Ke depannya akan ada investasi yang besar untuk infrastruktur digital mengingat saat ini masih ada 70 juta penduduk yang belum bisa mengakses internet dan 12 ribu desa yang belum bisa mengakses internet dengan baik.
Hendri juga mengatakan bahwa soft infrastructure juga menjadi hal yang penting dalam digitalisasi ekonomi guna meningkatkan nilai tambah produksi.
“Kecepatan di dunia usaha dengan kecepatan dari kita mengatur, ini rasanya belum searah. Apa yang harus kita lakukan? Misalnya satu hal yang sangat penting adalah RUU untuk perlindungan data pribadi,” katanya.
Menurutnya, perlindungan data pribadi menjadi roh untuk masuk kepada digitalisasi ekonomi agar adanya keamanan.