PLTS Bakal Jadi Penyuplai Energi Bersih di Indonesia

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan dijadikan sebagai tulang punggung untuk menyuplai energi bersih di Indonesia pada tahun 2060. Hal ini dikatakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.

Penetapan tersebut tak lepas dari letak geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa, sehingga memberikan potensi sumber daya radiasi matahari yang melimpah.

Berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM, total potensi energi surya di Indonesia mencapai 3.294 gigawatt peak (GWp).

Pemerintah kata dia akan memaksimalkan pemanfaatan potensi ini dengan membangun PLTS di kawasan perumahan, lapangan terbuka, savana hingga mengecualikan area hutan lindung.

Potensi besar itu juga didukung oleh radiasi matahari yang dapat mencapai lebih dari 3,75 kWh per meter persegi per hari, sehingga mampu membuat panel surya bekerja maksimal untuk menghasilkan listrik.

Dalam empat dekade ke depan, Indonesia membutuhkan investasi sebesar 169.703 juta dolar AS untuk membangun PLTS berkapasitas 361 gigawatt atau 61 persen dari total keseluruhan kapasitas energi bersih saat itu sebesar 587 gigawatt.

Perhitungan investasi dengan kapasitas pembangkit listrik surya akan dipasang tersebut mengacu kepada target penurunan emisi karbon di sektor energi.

Apalagi pemerintah Indonesia secara tegas mengatakan akan menghentikan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara mulai tahun 2030.

“Untuk memenuhi permintaan terhadap energi listrik dan untuk mencapai target emisi nasional, maka kami memiliki target untuk memasang 587 pembangkit energi baru terbarukan sampai tahun 2060,” kata Arifin di Jakarta, 14 Februari 2022.

Dia berharap, peta jalan pembangunan energi terbarukan yang dimiliki oleh Indonesia saat ini bisa menarik minat investor untuk menamakan modal pada proyek setrum bersih.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini