MATA INDONESIA, JAKARTA – Pengamat birokrasi Varhan Abdul Aziz menyayangkan pernyataan terbuka Aliansi Internasional Asosiasi Pelajar Papua di Luar Negeri (IAPSAO), berkenaan dengan pemulangan beberapa mahasiswa Papua yang dibiayai negara untuk belajar di luar negeri.
Menurut Abdul Aziz, sebaiknya IAPSAO jujur mengenai kondisi pemulangan mahasiswa Papua dari luar negeri. Dalam pernyataan IAPSAO kepada pers mereka menyatakan pemulangan tersebut karena perubahan pendanaan terkait undang-undang otonomi khusus baru. Faktanya pemulangan tersebut murni urusan akademis.
”Di era keterbukaan ini sebaiknya kita transparan, sebagaimana juga tuntutan kita semua kepada pemerintah. Jangan justru membungkus dan menutup-nutupi persoalan sebenarnya, hingga malah yang terjadi adalah dramatisasi yang hanya akan merugikan kita semua,” kata Varhan, Minggu 13 Februari 2022.
Varhan menunjuk pernyataan terbuka IAPSAO kepada pers tersebut dengan segera mendapat respons Asia Pacific Report.
IAPSAO mengaitkan urusan pemulangan tersebut dengan desakan agar pemerintah pusat mengembalikan 10 persen dana otonomi khusus (otsus) ke sektor pendidikan untuk Pemprov Papua.
Namun berdasarkan koordinasi Kemenlu dengan Badan Pengembangan Sumber Daya (BPSDM) Papua, Kemendagri hingga Kemenkeu, urusan pemulangan 125 mahasiswa Papua ini semata persoalan akademik para penerima beasiswa sendiri.
“Jadi, ya tidak elok kalau kemudian kaitan urusan politik,” kata Varhan.
Varhan mengingatkan bahwa BPSDM Papua memegang standard tiga kriteria sehingga akhirnya mengambil kebijakan untuk memulangkan para mahasiswa tersebut. Salah satunya adalah batas waktu studi maksimal enam tahun untuk sarjana strata satu (S1).
“Itu waktu yang lebih dari rata-rata masa belajar S1 yang hanya 4,5 tahun,” kata Varhan. “Mengingat penerima beasiswa seharusnya kalangan terpilih, itu lebih dari cukup. Masak harus sampai delapan tahun? Itu di Indonesia pun kriterianya mahasiswa abadi,” ujarnya.
Selain itu BPSDM juga merujuk nilai hasil studi, serta disiplin mahasiswa. Seperti sejauh mana mereka melaporkan secara reguler kemajuan belajar kepada pihak Pemerintah Daerah Papua. Hal ini sebagai pertimbangan dalam keputusan pemulangan ini. “Namanya saja mahasiswa beasiswa. Pastinya sejak awal mereka tahu, paham dan siap menjalankan prosedur standar operasional (SOP),” kata Varhan.