MINEWS – Mulai dari sosial media hingga dunia nyata, selalu mudah saja kita jumpai perdebatan mengenai Pemilu 2019. Isu ekonomi, feminisime, agama, hingga topik yang tidak pernah membosankan dan menjadi primadona adalah Hak Asasi Manusia.
Saya merasa jengah, dan bosan membaca. Kedua kubu pendukung membuat saya muak dengan debat rasional hingga irasionalnya. Dalam argumen pendukung kubu Prabowo dan Jokowi tidak memiliki perbedaan yang signifikan kok, semuanya menggunakan logical fallacy (kesesatan dalam berpikir) yang membuat debat sampai Planet Saturnus kehilangan cincinnya-pun tidak dapat diselesaikan.
Mereka bilang ini adalah cara mereka untuk menyambut pesta demokrasi terbesar di Indonesia. Dalam benak saya, yang mereka lakukan hanya menjustifikasi perbuatan mereka yang tanpa sadar/sebenarnya mereka sadar tapi berpura-pura saja dengan tameng kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Bagaimana tidak? Dengan menyerang argumentasi dan opini orang lain, melakukan black campaign dan menyebar hoax tetap mereka sebut adalah kebebasan berekspresi tanpa memahami sama sekali esensi dari kebebasan berekspresi yang diatur oleh undang-undang.
Menyedihkan bukan? Namun, akhir-akhir ini saya cukup terhibur. Munculnya akun dagelan, Nurhadi-Aldo yang sebenarnya mengikuti perkembangan politik kedua kubu lalu membuat suasana dan argumentasi dari kedua kubu menjadi guyonan yang jenaka menjadi primadona anak millenial yang tersebar di instagram dan twitter.
“Jika mereka bisa, mengapa harus kita?†Adalah salah satu guyonan yang diunggah oleh admin Nurhadi-Aldo dalam akun sosial medianya. Belum lagi, tutorial mengenai cara-cara memenangkan Nurhadi-Aldo yang dibuat dalam bentuk video.
Caranya cukup menggelitik, yakni dengan cara mencoblos siapapun dari Paslon 1 atau 2.. karena apapun yang rakyat Indonesia pilih hanya akan memenangkan Nurhadi-Aldo karena gambar pasangan ini berada di balik kertas yang bergambar Paslon 1 dan 2.
Jika ingin menilik lebih jauh, Nurhadi-Aldo juga menjual bumbu ‘seks’ secara implisit di mana pasangan ini menyingkat kedua namanya menjadi Dildo (singkatan dari Nurhadi-Aldo).
Program Perencaan Penghijauan Dinas Kehutanan sebagai salah satu program yang ditawarkan akun dagelan ini juga disingkat PEPEK (alat kelamin wanita, bahasa infomal).
Atau bahkan PELER yang merupakan singkatan dari Peace, Empathy, Love, Equality, Respect.
Sehingga dengan kejengahan menjelang Pemilu 2019, sedikit terbantu oleh adanya DilDo dikarenakan sekarang para pengguna sosial media yang awalnya jengah atau apatis terhadap perkembangan politik, mau tidak mau mengikuti perkembangan politik hanya untuk dijadikan bahan bercandaan.
Saya melihat bahwa admin Nurhadi-Aldo ini termasuk orang yang oportunis juga cerdas. Walaupun sedikit nyeleneh dari jokes politik kebanyakan, admin juga memahami mengenai perjuangan kelas yang diusulkan Karl Marx hingga bercandaan satire yang sebenarnya jika kita cukup pintar menelaahnya tersirat bahwa tuiuannya adalah menyindir berbagai visi-misi serta program dari kedua kubu.
Bagaimana pendapat anda?