Gitaris Queen Brian May Positif Covid-19, Ini Curahan Hatinya untuk Penggemar

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Gitaris band Legendaris Queen, Brian May mengumumkan dirinya positif Covid-19. Dirinya membagikan pengalamannya lewat unggahan terbaru di akun Instagram @brianmayforreal.

Dia diketahui sudah sepekan May bertarung melawan virus SARS-CoV-2 penyebab covid-19.

Menurutnya, gejala covid-19 yang dirasakannya semakin berkurang pada hari ketujuh. Hasil tes covid-19 terkininya masih menunjukkan tanda positif, meski garisnya sudah sedikit memudar.

“Jadi aku merasa sistem imunku dengan bantuan luar biasa tiga suntikan (vaksin) Pfizer sekarang memenangkan perang melawan penyusup itu,” tulis Brian May, Minggu 19 Desember 2021.

Melalui unggahannya, Brian May juga membesarkan hati para penggemarnya yang mungkin juga terkena covid-19, sekaligus mengingatkan agar melakukan pencegahan dari infeksi virus Corona.

“So do NOT be afraid – there IS life after Covid!,” tulis May.

“Tapi berhati-hatilah… kamu tak menginginkan hal ini, begitu juga keluargamu,” lanjutnya.

Dirinya juga mengucapkan terima kasih pada para pengikutnya di Instagram yang telah menuliskan pesan-pesan penyemangat, meski dia berharap tak dikasihani.

“Aku sangat menghargainya.”

Brian May mengumumkan bahwa dia positif covid-19 pada Sabtu, 18 Desember 2021. May mengunggah sebuah foto berisi alat tes covid-19 dengan dua garis merah yang menandakan positif.

Melalui unggahan itu, Brian May mengatakan bahwa dia baik-baik saja meski telah melalui beberapa hari yang buruk akibat virus Corona.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini