MINEWS, JAKARTA – Jelang pemilihan presiden, sosial media menjadi pisau bermata dua, bisa menguntungkan namun juga bisa merugikan. Salah satu contoh nyata adalah berita hoax yang makin marak jelang Pilpres.
Percaya atau tidak, tak hanya di Indonesia saja yang harus mati-matian memerangi berita hoax, namun di berbagai negara juga melakukan hal serupa. Usut punya usut, ternyata ada satu kota kecil di sebuah negara yang gencar memproduksi berita hoax jelang Pilpres di sebuah negara.
Hal tersebut terungkap saat wartawan BBC Emma Jean Kirby berhasil mewawancarai salah satu pelaku yang memproduksi berita hoax saat pemilihan presiden Amerika Serikat beberapa waktu lalu. Para remaja di Veles, satu kota kecil di Macedonia, yang menjadi ‘dalangnya’. Mereka menulis berita-berita sensasional, yang tak jelas kebenarannya, kemudian disebar melalui Facebook dan situs-situs lain, yang akhirnya mendatangkan ratusan juta per bulan dari iklan. Orang-orang di sana menyebut pekerjaan ini sebagai ‘panen emas digital’.
“Warga di Amerika sangat senang dengan berita-berita (bohong) yang kami buat dan kami mendapat keuntungan finansial dari berita-berita ini,” kata Goran, seorang mahasiswa di Veles kepada wartawan BBC Emma Jean Kirby, di satu kafe di Veles. Goran mengaku dirinya berusia 19 tahun, namun ia terlihat masih muda.
Goran -nama samarannya- hanya satu dari puluhan atau bahkan ratusan remaja di Macedonia yang berhasil meruap keuntungan dari hoax yang menyebar. Kebanyakn hoax yang dibagikan adalah pro-Donald Trump saat pilpres AS.
Sosial Media Berperan Penting
Goran pun membeberkan rahasia bagaimana ia dan rekan-rekannya berhasil membuat dan menyebarkan hoax buatan mereka itu. Rupanya, Goran dan rekannya menerbitkan berita-berita sensasional atau bombastis yang bahannya diambil dari situs-situs sayap kanan di Amerika yang sangat mendukung Trump.
Usai berhasil membuat berita yang bombastis dan sensasional, ia kemudian membayar Facebook untuk membagikan berita tersebut ke para pengguna media sosial di Amerika yang ketika itu haus dengan berita-berita Trump dan pesaingnya dari Demokrat, Hillary Clinton. Ia mendapatkan uang dari klik dan share berita yang ia buat.
Pendapatan Goran pun cukup besar untuk pekerjaan tak terpuji itu. Goran menerima 1.800 euro (Rp 28 juta) per bulan tapi rekan-rekannya bisa meraup ribuan euro per hari.
“Para remaja di kota kami tak peduli dengan pilihan warga Amerika. Yang kami pikirkan di sini adalah bagaimana mendapatkan uang dan membeli pakaian-pakaian mahal,” kata Goran. Remaja itu pun mengatakan orang tua mana yang tidak senang jika anaknya bisa mendapatkan 30.000 euro atau sekitar 420 juta per bulan.
Rupanya di Veles, membuat situs berita hoax bukan tindakan pidana. Para analis pun meyakini aktivitas anak-anak muda seperti Goran untuk memproduksi hoax akan makin meningkat dan mereka akan menjadikan momen politik di negara-negara lain sebagai tambang uang.